ERA.id - Apakah Anda pernahkah melahap makanan favorit ketika stres, cemas, atau sedih? Jika ya, mari mengenal emotional eating lebih dalam melalui artikel ini.
Emotional eating menjadi suatu pola makan yang didorong oleh emosi, bukan rasa lapar. Lantas mengapa orang bisa mengalami hal tersebut? Mari kita bahas lebih dalam!
Mengenal Emotional Eating
Idealnya Anda akan memutuskan untuk makan camilan atau makan malam sebagai respons terhadap rasa lapar yang datang dari perut Anda. Namun, kenyataannya jauh berbeda.
Pada kenyataannya, berapa kali Anda tanpa sadar mengunyah terlalu banyak makanan seperti keripik selama menonton suatu pertandingan sepak bola yang menegangkan, atau mengambil sepotong cokelat ekstra karena merasa sedih atau bosan.
Meskipun sesekali makan berlebihan itu sangat wajar, kedua skenario di atas bisa menjadi contoh dari makan emosional. Dilansir dari Cleveland Clinic, makan emosional adalah mekanisme koping yang sangat normal sebagai respons terhadap perasaan yang kuat.
"Definisi teknis dari makan emosional adalah makan untuk melarikan diri, menumpulkan, mengubah, atau memperkuat perasaan kita," kata psikolog Susan Albers, PsyD.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% dari semua kebiasaan makan manusia dipengaruhi oleh emosi. Dr. Albers menjelaskan jika umumnya manusia akan makan bukan karena lapar, tetapi karena bosan, stres, atau cemas.
Sebelum melanjutkan, baca juga artikel yang membahas Dampak Stres Berlebihan pada Tubuh
Apa perbedaan emotional eating dan makan biasa?
Berdasarkan uraian di atas, perbedaan antara makan emosional (emotional eating) dan makan biasa (regular eating) terletak pada penyebab dan tujuannya. Emotional eating dipicu oleh perasaan atau emosi, seperti stres, kesedihan, kebosanan, kecemasan, atau bahkan kebahagiaan.
Sedangkan tujuan dari makan emosional adalah untuk meredakan atau mengatasi emosi, bukan karena kebutuhan fisik akan makanan.
Sebaliknya, makan biasa dipicu oleh rasa lapar fisik atau kebutuhan nutrisi tubuh. Tujuan dari makan biasa adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi tubuh, menjaga kesehatan, dan keseimbangan tubuh.
Selain itu, makanan yang dipilih dalam makan biasa biasanya lebih seimbang dan bernutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, protein, biji-bijian, dan lemak sehat.
Makan biasa juga dilakukan dengan kesadaran penuh, mengikuti pola makan teratur yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Hubungan biologis antara makan emosional dan stres
Hubungan antara emotional eating dan stress adalah ketika tubuh Anda mulai memproduksi hormon yang disebut kortisol. Hormon tersebut akan diproduksi ketika Anda mulai merasa cemas atau kesal.
“Kortisol membuat kita mendambakan makanan manis, berlemak, atau asin,” kata Dr. Albers.
Namun berbeda dengan zaman dahulu, selama masa stres, manusia membutuhkan semua kalori karena terlibat dalam situasi bertarung atau melarikan diri. Ketika manusia purba merasa stres, maka mereka akan memilih untuk pergi dan mencari makan.
Selain itu, masyarakat dan budaya juga menggambarkan makanan sebagai sesuatu yang ideal jika Anda membutuhkan dorongan suasana hati atau sarana hiburan.
Sebagai contoh, jika Anda melihat iklan atau promosi, mereka sering mendorong orang untuk beralih ke makanan sebagai sesuatu yang menenangkan.
Selain itu, makanan juga selalu tersedia 24 jam dalam sehari, sehingga manusia akan mudah menjangkau ketika stress. Jadi, di masa kini ketika manusia merasa stres, akan sangat mudah untuk langsung mencari makanan.
Selain mengenal emotional eating, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…