Mengenang Djoko Pekik, Maestro Lukis ‘Berburu Celeng’ yang Minta Keluarga Pakai Kaus Merah saat Pemakaman

| 14 Aug 2023 20:05
Mengenang Djoko Pekik, Maestro Lukis ‘Berburu Celeng’ yang Minta Keluarga Pakai Kaus Merah saat Pemakaman
Seniman Djoko Pekik meninggal dunia. (Foto via Antara)

ERA.id - Seniman ternama Djoko Pekik, semasa hidupnya telah menghasilkan karya kreativitas yang luar biasa. Ketika dirinya wafat, prosesi atau ritual pemakamannya pun dilaksanakan dengan cara yang tidak biasa. Mengenang Djoko Pekik adalah sebuah proses menggali memori yang penuh dengan drama hidup.

Saat pemakaman dilakukan di Makam Seniman Girisapto, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (13/8/2023) sore, keluarga mendiang Djoko Pekik menggunakan seragam kaus berwarna merah dengan gambar wajah seniman kenamaan tersebut.

Maestro lukisan realis-ekspresif ini tutup usia di umur 86 tahun pada Sabtu (12/8/23) pagi di Rumah Sakit Panti Rapih, Kota Yogyakarta.

Djoko Pekik dan Lukisannya (Foto: Instagram @talenta_organizer)

Minta Keluarga Kenakan Kaus Merah dalam Pemakaman

Menurut putra pertama Djoko Pekik, Petrus Gogor Bangsa, sang ayahanda sendiri meminta agar keluarga memakai kaus berwarna merah dalam prosesi pemakamannya.

"Ini merupakan pesan beliau (Djoko Pekik) untuk anak cucunya mengenakan kaus ini saat proses pemakaman beliau," jelas Petrus saat prosesi pemakaman Djoko Pekik.

Kaus merah yang menampilkan gambar wajah Djoko Pekik adalah seragam yang digunakan saat pameran tunggal di Bentara Budaya dibuka pada Bulan Maret 2022 yang lalu. "Jadi kaus merah ini tanda antusias dan kegembiraan, bukan menyedihkan," lanjutnya.

Ada banyak seniman dan penggemar yang menghadiri pemakaman salah satu maestro seni ini. Djoko Pekik lahir di Purwodadi, Jawa Tengah pada tanggal 2 Januari 1937. Ia lulus dari Akademisi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta yang saat ini populer sebagai Institut Seni Indonesia (ISI) pada tahun 1962 dan bergabung dengan Sanggar Bumi Tarung.

Almarhum semasa hidupnya dikenal dengan goresan kuasnya yang mengguratkan nilai-nilai kerakyatan dan kemanusiaan. Salah satu karyanya yang monumental yaitu lukisan 'Berburu Celeng' pada tahun 1998 yang kabarnya laku terjual mencapai nilai Rp1 miliar.

Karya tersebut mampu mendeskripsikan secara eksplisit kemarahan rakyat atas polah para pemimpin di saat itu. Menyampaikan gagasan lewat karya, demikianlah cara yang dilakukan sang maestro semasa hidupnya.

"Melukis itu bicara kepada orang lain, bicara kepada siapa saja, bicara kepada publik," ujar Djoko Pekik.

Tujuh Tahun Hidup dalam Penjara

Sebagai seniman lukis, sepak terjang Djoko Pekik tak lepas dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia bahkan pernah ditahan karena bersinggungan dengan Gerakan 30 September 1965, hingga harus menjalani hidup tujuh tahun di LP Wirogunan.

Banyak yang menduga karya 'Berburu Celeng' berkisah tentang jatuhnya rezim Orde Baru pada 1998, dengan Suharto sebagai 'celeng' dan rakyat jelata yang menggotongnya sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Namun, penafsiran itu tidak dibenarkan oleh sang maestro.

Lukisan Berburu Celeng ini tergabung dalam Trilogi Lukisan Celeng karya Djoko Pekik. Dua lukisan lainnya antara lain Susu Raja Celeng (1996) dan Tanpa Bunga dan Telegram Duka (1999).

Selain trilogi lukisan tersebut, karya Djoko Pekik lainnya juga memperlihatkan solidaritasnya pada rakyat, salah satunya adalah kaum buruh. Ini digambarkannya pada lukisan berjudul 'Keretaku Tak Berhenti Lama' (1989).

Selain itu, Djoko Pekik bahkan menciptakan lukisan tentang fenomena di masa awal pandemi Covid-19, di mana kebanyakan orang saat itu berburu masker. Ini dituangkannya dalam karya yang berjudul Gelombang Masker (2020). Lukisan tersebut naik panggung saat pameran tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta pada 26-31 Maret 2022 yang lalu.

Dalam pameran tersebut, ia memamerkan 23 karya yang menandai keterampilannya meskipun di usia yang sudah senja.

"Pelukis itu butuh bicara melalui bahasa seni rupa, tidak hanya corat-coret, dijual yo enggak laku. Pelukis itu enggak bisa cari duit, pelukis itu bisanya bicara berontak,” kata sang seniman, dikutip dari laman Bentara Budaya.

Demikianlah sekelumit cerita untuk mengenang Djojo Pekik, semoga memberikan inspirasi.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Rekomendasi