Cinta Monyet, Nilai Keluarga, hingga Toleransi Umat Beragama Dikemas Dalam Film Dilan 1983: Wo Ai Ni

| 11 Jun 2024 21:20
Cinta Monyet, Nilai Keluarga, hingga Toleransi Umat Beragama Dikemas Dalam Film Dilan 1983: Wo Ai Ni
Poster Dilan 1983: Wo Ai Ni (Instagram / @dilanku)

ERA.id - Film Dilan 1983: Wo Ai Ni bakal tayang di bioskop seluruh Indonesia pada 13 Juni 2024. Film ini menceritakan masa Kecil Dilan (dari film Dilan 1990). Selain itu, film ini menceritakan cinta monyet, nilai keluarga, keislaman, hingga toleransi umat beragama. 

Film ini menampilkan pemeran utama yakni Muhammad Adhiyat (Dilan) dan Malea Emma (Mei Lien). Film ini membawa para penonton kembali ke masa kecil Dilan. Bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ini memiliki tingkah polos dan menggemaskan. 

Dilan yang sebelumnya hanya fokus pada kisah cintanya dengan Milea. Berbeda dengan Dilan 1983: Wo Ai Ni, film ini lebih banyak menceritakan keluarga Dilan.

Dilan dididik tentang cinta, saling menghormati, dan bertanggungjawab dengan orangtua. Keisengan dan keberanian Dilan sudah dilihat sejak remaja. 

Sosok Dilan yang tidak berubah adalah kerap berkelahi dengan lawannya. Dilan sering berkelahi dengan anak lainnya yang menantangannya di jalan.

Selain itu, Dilan juga suka menyalakan petasan saat ngabuburit dekat masjid, hingga mengunci marbot di kamar mandi. Bahkan, Dilan menjebak neneknya supaya disalahkan ayahnya. Dilan menyembunyikan petasan di dalam kasur neneknya. 

Terdapat pula kisah cinta monyet Dilan dengan anak perempuan bernama Mei Lien. Kehadiran Mei Lien membuat Dilan lebih berwarna. Bahkan, Dilan sampai belajar bahasa Mandarin demi mendekati Mei Lien. 

Mei Lien dan Dilan berbeda agama. Mei Lien merupakan seorang Tionghoa dan memeluk agama Kristen. Sementara, Dilan seorang Muslim. Dilan juga sering salat, mengaji, hingga mendengar khutbah di masjid.

Film ini juga membuat para penonton tersadar pentingnya menghargai perbedaan suku, ras, dan agama. Kita diajarkan agar saling menghormati dan memaafkan, cara bijak dari orang tua terdahulu terhadap anaknya dalam menyikapi sebuah perbedaan. 

Film garapan sutradara Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini menunjukkan bagaimana Dilan dan teman-temannya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menghadapi berbagai rintangan.

Film ini sangat cocok bagi para penggemar Dilan yang ingin kembali merasakan suasana masa kecil ditahun 80-an dan cocok ditonton oleh semua kalangan usia.

Hal paling memukau adalah para pemeran di film tidak seperti berakting. Mereka tampil secara natural. Muhammad Adhiyat berhasil membawakan karakter Dilan yang ikonik.

Kekompakan Dilan dan kawan-kawan, baik itu bermain, sekolah, atau belajar terlihat nyata adanya tanpa dibuat-buat. Film yang mendidik sekaligus membuat kita tertawa dengan segala aksi dan kelucuan yang dihadirkan pemeran utamanya.

Tags :
Rekomendasi