Siang ini, saya sampai di kantor ketika semua orang sedang menonton pertandingan bulu tangkis antara Greysia Polii-Apriyani Rahayu melawan Yuki Fukushima-Sayaka Hirota, ganda putri dari Jepang. Saat itu, Greysia-Apriyani tengah mengejar ketertinggalan poin 16-12.
Meski papan skor menunjukkan kekalahan pasangan Indonesia di set pertama, pertandingan berjalan cukup ketat dan normal-normal saja rasanya, hingga saya menyadari suara yang saya kenal dari speaker televisi, hingga suara itu kemudian meneriakkan sebuah kata yang langsung meyakinkan saya akan sosok di baliknya, "jebreeet!" teriaknya.
Bukan apa-apa sih, Valentino masalahnya sudah kepalang lekat dengan pertandingan sepak bola. Dan semua sepakat, caranya memandu sebuah pertandingan sangat khas. Iya, sepakat akan ikoniknya Valentino, meski belum tentu semua sepakat menyukainya.
Kita tahu, sejumlah netizen yang mengaku sebagai pecinta bola kerap kali mengkritik cara Valentino, bagaimana dia menggambarkan sebuah kejadian di lapangan dengan istilah-istilah yang gak kepikiran sama sekali.
Coba saja, mana ada komentator lain kecuali Valentino yang menyebut gocekan sebagai gerakan 378 --mengacu pada pasal penipuan dalam KUHP, menyebut tendangan jarak jauh dengan tendangan LDR, atau menggambarkan rapuhnya pertahanan sebuah tim dengan kata "keretakan rumah tangga pertahanan."
Terdengar sampah banget memang. Tapi, akui saja, semua istilah itu sangat menghibur. Dan spontanitas Valentino sejatinya menunjukkan bahwa otak Valentino lumayan encer. Dan yang terpenting, orisinalitas Valentino tentu tiada tanding.