Sekarang mari kita batasi pembahasan pada sepak bola Italia. Di Negeri Pizza, permainan dengan benda berbentuk bulat yang dikenal dengan nama Calcio, sudah dimainkan sejak abad ke-16. Pada saat itu sepak bola belum memiliki aturan yang baku, dan hanya digelar dalam suasana perayaan tahunan.
Dilansir dari berbagai sumber, sepak bola kuno di Italia itu merupakan pengembangan permainan serupa yang sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Italia mengenal sepak bola modern, seperti halnya dengan negara-negara Eropa lainnya, dari Inggris. Bukan saja aturan permainannya yang dipelajari dari Inggris, tetapi juga pengorganisasian klubnya.
Cikal bakal sepak bola Italia dimulai di Firenze pada abad ke-16. Pada masa itu, Calcio memang tidak sekadar permainan. Tapi sebuah tontonan berdarah-darah. Sekitar 50 bangsawan Firenze adu sikut sambil menendang-nendang sebuah bola di alun-alun kota, disaksikan ribuan rakyatnya. Dan sadisnya, bola tersebut adalah penggalan kepala pemimpin negeri atau kerajaan yang baru saja mereka taklukkan. Darahnya kadang masih menetes segar. Sadis!
Pesta barbar semacam itu hingga kini masih digelar di Firenze setiap liburan musim panas. Tentunya tidak lagi memakai kepala orang sebagai bola. Tapi atmosfer masa lalu yang barbar masih terukir jelas.
Beberapa waktu kemudian, masih di abad 16, barulah Firenze mulai meniru sepak bola versi Inggris, yaitu permainan yang menggunakan sebuah bola dan melibatkan orang banyak. Hanya saja waktu itu permainan ini membutuhkan 27 orang untuk setiap timnya.
Permainan Calcio ini meliputi kolektivistas tim, tendang menendang antar pemain dan menggiring bola ke arah gawang. Sepak bola modern justru diperkenalkan oleh orang-orang Inggris. Umumnya oleh para pelaut dan pedagang yang menyinggahi kota-kota pelabuhan, seperti Genoa, Napoli dan Venezia. Bahkan klub sepak bola profesional pertama di Italia didirikan oleh orang Inggris. Klub tersebut adalah Genoa Cricket and Athletic Club yang didirikan oleh imigran Inggris pada 1893.
Kini, di era modern, peraturan dalam permainan sepak bola semakin berkembang. Yang paling anyar adalah penggunaan Video Assistant Referee (VAR) untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan wasit. Terlepas dari pro dan kontra, kontroversi dalam sepak bola sedikit berkurang dengan adanya bantuan teknologi.
Baca juga: Andai Chiellini Mau Mengingat Sejarah
Tapi sayangnya, itu tidak mengurangi tensi dan kekerasan di luar lapangan. Kerusuhan dalam sepak bola kerap terjadi di berbagai belahan bumi. Hal ini disebabkan fanatisme berlebihan para suporter dalam mencintai tim idolanya. Jika sebuah tim bertemu dengan tim yang secara historis dianggap musuh bebuyutan, kerusuhan pun tidak jarang hingga merenggut nyawa.
Di era 90-an, sepak bola Italia terkenal paling ekstrem dalam urusan suporter atau yang biasa disebut tifosi. Para pendukung fanatik di Negeri Spaghetti itu umumnya menyatukan diri dalam wadah ekslusif yang disebut Ultras. Ada kelompok Curva Fiesole yang mendukung Fiorentina, Curva Nord (Lazio), Ultras Inter, Lo Juventus Club dan lain-lain.
Selama musim 1998-99 tercatat 900 orang terluka akibat kerusuhan sepak bola, 75 orang ditangkap dan sekitar 2.000 ultras teridentifikasi dan dilarang hadir di stadion. Tingginya angka kekerasan ini membuat Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kebudayaan, dan Kepolisian membentuk badan gabungan bernama Osservatorio Nazionale delle Manifestazioni Sportive yang bertugas menangani kekerasan suporter sepak bola. Tapi, mereka gagal total.
Baca Juga : Setop Kekerasan dalam Sepak Bola!
Sepak bola masuk ke Indonesia pada 1914 saat negara ini masih dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Sepak bola modern di Indonesia dimulai dengan terbentuknya PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930 di Yogyakarta dengan ketua pertamanya, Soeratin Sosrosoegondo.
Di Indonesia, kerusuhan suporter juga sering terjadi. Dua fans fanatik dari dua kubu yang berseberangan sering terlibat adu jotos ketika bertemu. Tidak hanya itu, koban jiwa pun kerap berjatuhan. Yang paling baru, Haringga Sirla menjadi korban ketujuh rivalitas Jakmania (pendukung Persija) dan Bobotoh (pendukung Persib). Pengeroyokan ini terjadi sebelum laga Persib Bandung melawan Persija Jakarta di lanjutan Liga 1 pada Minggu (23/9/2018).
Baca Juga : Jakmania Minta Kasus Pengeroyokan Suporter Diusut Tuntas