Judoka tuna netra, Miftahul Jannah, adalah orang yang baru saja mengalami kejadian tadi. Dia sudah berlatih selama 10 bulan untuk mempersiapkan diri pada pertandingan ini. Tapi, dia yang tampil di kelas 52 kg kategori low vision blind judo, gagal bertanding saat berhadapan dengan judoka Mongolia, Oyun Gantulga.
Insiden itu muncul menjelang Miftah naik ke arena. Wasit meminta Miftah melucuti hijabnya karena dianggap sebagai penutup kepala yang dapat membahayakan dirinya. Aturan internasional sudah melarang hal tersebut. Tapi Miftah tetap bertahan dengan prinsip dan tak mau melepas hijab. Konsekuensi di diskualifikasi pun dia terima.
Miftah bukan satu-satunya orang yang mengalami kejadian tersebut. Amaiya Zafar, seorang petinju asal Oakdale, Minnesota juga pernah mengalami hal serupa.
Dia siap tampil dalam sebuah kejuaraan tinju Sugar Bert Tournament di Kissimmee, Florida. Sudah hampir dua tahun ia berlatih. Sayangnya, ketika sampai di lokasi pertandingan, federasi tinju Amerika Serikat (AS) menolak keikutsertaan Amaiya. Ia didiskualifikasi karena mengenakan hijab, pelapis berlengan panjang, dan legging melapisi kostum tarungnya.
Seperti dijelaskan Direktur Eksekutif Boxing Mike Martino, larangan tersebut muncul karena pertimbangan faktor keamanan. Selain itu, larangan juga datang dari Asosiasi Tinju Internasional (AIBA). Mereka menyebut, hijab dan pakaian tertutup dilarang dengan pertimbangan keamanan peserta.
Selain Miftah dan Amaiya, atlet basket profesional asal Indonesia, Raisa Aribatul Hamidah, pada 2016 pernah membuat petisi agar pemain basket boleh memakai hijab saat bertanding.
Dirangkum dari Rappler, Raisa menuturkan perjuangannya supaya atlet perempuan boleh menggunakan hijab ketika bertanding olahraga basket.
"Tidaklah mudah untuk mempertahankan hijab sampai saat ini, meskipun di Indonesia adalah mayoritas Muslim. Adalah saya, perempuan pertama yang memakai jilbab saat bermain basket," tulis Raisa dalam petisinya.
Pada 2005 Raisa pernah mengikuti kejuaraan basket di Surabaya, Jawa Timur. Dalam penuturannya, pada saat itu timnya selalu mendapat Technical Foul karena kostumnya yang tidak wajar, tidak seragam dan dinilai tidak sesuai dengan peraturan.