Adegan perkelahian dalam The Night Comes for Us jelas sangat brutal. Namun, sejatinya ini bukan fantasi Timo yang paling brutal. Ya, fantasi macam apa yang lebih gila dari sajian gambar orang-orang yang diikat di sebuah kursi, dipaksa untuk merancap hingga orgasme. Gilanya, mereka harus merancap dengan sajian pemandangan mengerikan di hadapan mereka, mulai dari gadis cacat yang masturbasi dengan kaki palsunya, hingga seorang bocah yang disodomi lelaki paruh baya.
Jika kamu asing dengan adegan yang kami paparkan di atas, tengoklah sedikit fantasi gila Timo dalam Libido, karya Timo yang jadi bagian dari kompilasi film pendek ABC of Death (2012). Dalam proyek tersebut, Timo dan 25 sutradara lain dari seluruh dunia dituntut menggambarkan berbagai proses kematian. Kematian-kematian itu harus tergambar dalam satu judul yang mewakili masing-masing alfabet, mulai dari A sampai Z. Dan L, jadi salah satu gambaran kematian paling tragis dalam proyek tersebut.
Kembali pada The Night Comes for Us. Meski bukan karya Timo yang paling brutal, The Night Comes for Us berhasil menyajikan adegan perkelahian yang enggak cuma brutal, tapi juga sangat keren. Maka, sangat pantas kita mengangkat topi untuk Iko Uwais yang enggak cuma terlibat sebagai pemain, tapi juga sebagai koreografer adegan-adegan perkelahian sinting di dalam film. Dan Timo, rasanya telah sangat berhasil menciptakan sebuah atmosfer perkelahian yang amat istimewa, di mana setiap tokoh yang terlibat dalam pertarungan mempertontonkan rasa ingin membunuh yang amat besar.
Jelas, akan sangat sulit bagi film-film laga lain menciptakan atmosfer perkelahian sebagaimana tersaji dalam duel pamungkas antara Arian (Iko Uwais) dan Ito (Joe Taslim). Gila dan sangat emosional!
Adegan pertarungan pamungkas Ito dan Arian (Sumber: IMDB)
Penulisan
The Night Comes for Us berkisah tentang perjalanan hidup Ito, seorang anggota Triad yang dikenal dengan nafsu membunuh amat besar. Ito tergabung dalam sebuah kelompok elite bentukan Triad, The Six Seas yang kerap ditugaskan melakukan misi-misi khusus, termasuk melakukan pembantaian terhadap warga-warga enggak berdosa.
Di satu waktu, Ito mendapat guncangan spiritual di dalam dirinya, ketika ia melihat Reina (Asha Kenyeri Bermudez), seorang bocah perempuan yang jadi penyintas terakhir dari pembantaian yang ia lakukan di sebuah desa. Satu nyawa yang tersisa itu membuat Ito tiba-tiba membelot kepada kelompok Triad. Ia menyelamatkan nyawa sang bocah dan membunuh seluruh anggota Triad yang tengah ditugaskan bersamanya.
Cerita klasik soal pergolakan spiritual ini berhasil dikemas dengan baik oleh Timo. Enggak cuma perkelahian-perkelahian yang istimewa. The Night Comes for Us juga menunjukkan bahwa Timo semakin matang dalam penggarapan cerita. Alur plot The Night Comes for Us terasa rapi, meski rasanya Timo belum berhasil menuturkan dengan kuat kenapa seluruh pembantaian ini terjadi, kenapa seluruh anggota Triad begitu menginginkan kematian Reina.
Namun, hal ini sejatinya dijawab Timo lewat adegan terakhir ketika Ito melepaskan Reina untuk pergi. Artinya, seluruh cerita ini memang bukan tentang penyelamatan Reina, tapi bagaimana Ito menyelamatkan dirinya sendiri, yang hampir 'mati' dalam nafsu membunuhnya yang teramat besar.
Sorotan lain dalam penulisan The Night Comes for Us ada pada bagaimana Timo tampak berusaha memandu penonton melewati berbagai adegan penting. Ketika Bobby (Zack Lee) sempat turun mengantar Shinta (Salvita Decorte) pergi dari apartemen Fatih (Abimana Aryasatya) dan kembali ke atas untuk menantang anggota Triad yang telah mengepung kediaman Fatih untuk menembaknya.
Sebelum adegan Bobby ditembak, Timo sempat memberikan kunci dengan menampilkan gambar plat pengumuman "Wet Floor" yang belakangan dijadikan Bobby sebagai pelindung tubuhnya saat menerima tembakan bertubi-tubi para Triad. Adegan semacam itu juga terlihat ketika The Operator (Julie Estelle) menghabisi nyawa Alma (Dian Sastrowardoyo). Sesaat sebelum leher Alma terjerat senjatanya sendiri, Timo menunjukkan pendingin udara yang tergantung di luar ruangan. Dan benar saja, pendingin udara itulah yang dimanfaatkan The Operator untuk membunuh Alma.
Meski terlihat baik, pola seperti ini terlihat jelas dalam beberapa adegan. Hasilnya, beberapa kematian terasa bisa ditebak. Timo barangkali lupa, selain darah dan tulang-tulang yang patah, unsur kejut tentu jadi aspek penting bagi para penonton menikmati adegan-adegan kematian.
Pemain
The Night Comes for Us jelas adalah sebuah kolam bagi ikan-ikan terbaik. Netflix dan Timo berhasil mengumpulkan pemain-pemain kenamaan dengan talenta istimewa dalam produksi ini. Dan benar saja, hampir semua pemain dalam The Night Comes for Us menunjukkan penampilan yang apik. Namun, barangkali Revaldo (Yohan) dan Julie adalah dua yang paling berhasil bermain peran.
Revaldo berhasil menghidupkan film serba gelap ini dengan gambaran sosok Yohan yang amat pecundang dan menyebalkan. Dari dialog yang dimainkan, misalnya. Yohan berhasil tampil sebagai karakter yang paling kontras. Di tengah berbagai karakter dengan dialog dingin yang terasa seperti translate-an bahasa Inggris ke Indonesia, Revaldo berhasil melontarkan kata-kata umpatan paling dekat dengan masyarakat Indonesia.
Julie Estelle (Sumber: IMDB)
Tokoh lain yang berhasil tampil sangat memukau adalah Julie. Ia berhasil memerankan tokoh The Operator dengan sangat keren. Segala hal misterius tentang The Operator, kemampuan bela diri istimewa, dan seluruh hal keren lain yang dibutuhkan untuk menggambarkan tokoh The Operator berhasil dimainkan dengan sangat baik oleh Julie.
Dan duelnya dengan Ellena (Hannah Al-Rashid), jelas adalah pertarungan dua perempuan yang istimewa. Teknik permainan senjata yang apik, baku hantam di antara gelimangan mayat, hingga bagaimana Julie mencopot jarinya yang setengah putus dengan ekspresi yang amat dingin, jelas adalah sajian yang sulit tertandingi. Dan kematian Ellena, adalah salah satu kematian paling gila dalam seluruh film.
Ini memang bukan barang baru buat Julie. Dalam The Raid 2 (2014), Julie juga berhasil memerankan sosok villain Hammer Girl dengan sangat baik. Selain itu, pertaliannya dengan Timo mungkin adalah hal lain. Sebab, ini bukan kali pertama Julie bekerja sama dengan Timo dalam proyek film berbalut darah dan daging. Dalam Rumah Dara (2009), Julie juga berhasil bersinergi dengan amat baik bersama Timo.
Dengan segala catatan apik penampilannya, rasanya enggak berlebihan untuk menobatkan Julie sebagai Ratu Film Aksi masa depan. Enggak cuma di Indonesia, bahkan juga di dunia.
Secara keseluruhan, The Night Comes for Us adalah salah satu film aksi modern terbaik. Selain tingkat kebrutalan yang di luar batas kewarasan, The Night Comes for Us berhasil menjadi satu paket film aksi berwarna gore yang menyita emosi penonton. Alur cerita, meski enggak begitu kuat, berhasil dituturkan dengan rapi oleh Timo.
-
Lounge25 Apr 2019 18:04
Timo Tjahjanto Kirim Sinyal Adaptasi JITU Segera Digarap
-
Lounge20 Oct 2018 15:27
Kata Ernest Prakasa, The Night Comes for Us Film yang Keren
-
Lounge29 Sep 2018 00:07
7 Tahun 'Pisah', Joe Taslim dan Iko Uwais Bareng Lagi
-
Lounge26 Sep 2018 13:20
Film Indonesia Disambut Positif di Fantastic Festival