Andrea Hirata Melawan Ketidakadilan di Novel Terbarunya

| 28 Mar 2019 20:11
Andrea Hirata Melawan Ketidakadilan di Novel Terbarunya
Andrea Hirata (Foto: Maretian/era.id)
Jakarta, era.id - Orang-orang Biasa. Begitulah judul novel terbaru dari penulis fenomenal tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Di novel kesebelasnya tersebut, sang penulis mencoba mengangkat tema yang sedikit berbeda dan terinspirasi dari orang terdekatnya. Isu ketidakadilan dalam dunia pendidikan dan kisah kriminal menjadi suguhan di novel terbitan Bentang Pustaka ini. 

Seperti dituturkan Andrea Hirata kepada era.id dalam media gathering yang digelar pada Kamis (28/3) sore di Diskusi Kopi, Setia Budi, Jakarta Selatan, novel ini ditulis sebagai bentuk protes akan ketidakadilan yang dialami oleh Putri Andita Belianti, seorang pelajar asal Belitong yang ingin berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu namun terganjal karena pihak kampus meminta biaya masuk sebesar Rp12 juta.

"Sebenarnya ide awalnya memang sudah memiliki tema kriminal saat pertama drafnya masuk di 2013 lalu. Lalu setelah itu saya bertemu dengan ibunya Putri yang rumahnya satu kampung dengan saya dan jaraknya cuma beda dua rumah. Nah, saya lihat ceritanya kok cocok dengan cerita yang saya tulis. Nah, buku ini saya tujukan buat dia," kata sang penulis.

Lebih jauh lagi, Andrea ingin menunjukkan bagaimana sistem pendidikan yang masih kurang adil kepada kaum marjinal. Padahal semua orang berhak menerima pendidikan. Hal ini selaras dengan beberapa buku Andrea Hirata lainnya yang menyoroti tentang orang-orang biasa yang terhalang impiannya. 

"Saya selalu menulis hal-hal yang tidak jauh dari tema-tema seperti itu. Tema tentang impian orang kecil. Klise sih. Dan banyak orang yang komentar tulisan saya temanya itu melulu. Tapi itulah ciri khas saya dan saya tidak akan jauh dari tema seperti itu," paparnya.

Andrea Hirata dalam media gathering yang digelar di Diskusi Kopi, Setia Budi (Foto: Maretian/era.id)

Novel Orang-orang Biasa bercerita tentang berkumpulnya sepuluh orang yang ingin sekali membantu seorang remaja yang ingin kuliah di Fakultas Kedokteran di universitas negeri ternama namun terkendala masalah biaya. Sehingga kesepuluh orang tersebut berniat merampok sebuah bank.

Yang menjadi sorotan, para calon perampok ini adalah orang-orang biasa, lugu, dan polos yang belum pernah melakukan tindakan kriminal, termasuk merampok. Sehingga mereka menempuh cara-cara unik dan konyol untuk merencanakan perampokan tersebut yang akan membuat pembaca tertawa geli sekaligus menjadi sentimentil dalam waktu yang sama.

Dalam mendukung tema kriminal yang diangkat, Andrea Hirata membubuhkan sedikit pengetahuannya tentang unsur kriminal dalam kisahnya. Seperti istilah dalam investigasi dan hukum. Bahkan ia pun memasukkan hal-hal yang pernah ia baca dan tonton dalam cerita kriminal. 

"Memang novel ini diangkat dari kisah di sekitar dan keseharian saya. Sisanya sekitar dua puluh persen merupakan hadiah karena hobi saya yang suka baca dan nonton cerita kriminal. Sampai sekarang saya masih suka. Saya juga suka Sherlock Holmes," tutur sang penulis lebih jauh.

Dengan novel ini, Andrea Hirata berharap bisa membuat beberapa pihak menyadarinya. Bukan hanya pihak universitas yang dituju tapi juga pemerintah melalu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah dirinya gagal menyurati pihak universitas karena permohonannya ditolak, maka dengan menerbitkan novel ini diharapkan suaranya dapat didengar.

"Dan saya masih terus berjuang untuk Putri. Kalau perlu demo, saya akan berdemo sendirian," ujar Andrea Hirata menegaskan.

Novel ini sudah mulai bisa didapatkan di toko-toko buku terdekat mulai 26 Maret kemarin

Tags : buku
Rekomendasi