Merayakan Pengaruh Besar 500 Days of Summer

| 19 Jul 2019 14:16
Merayakan Pengaruh Besar <i>500 Days of Summer</i>
500 Days of Summer (IMDB)
Jakarta, era.id - Dua hari lalu adalah satu dekade 500 Days of Summer dirilis. Film yang diperankan Zooey Deschanel dan Joseph Gordon Levitt ini berkembang jadi budaya pop yang memengaruhi banyak kehidupan penontonnya. Lewat artikel ini, kita bahas satu per satu kebesaran 500 Days of Summer.

Bertahun-tahun, 500 Days of Summer dipuji para penontonnya. Di mata para kritikus, film ini disebut-sebut sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam genre komedi romantis. Film ini berhasil mengantongi keuntungan 60 juta dolar AS dan meraih nilai 85 persen di Rotten Tomatoes.

Segala hal tentang 500 Days of Summer, mulai dari IKEA, musik, hingga karakter Summer yang diperankan Zoey jadi hal yang begitu membekas. Begitu juga dengan jalan cerita yang menggulirkan banyak persepsi dan reaksi.

Sebagian membenci Summer (Zooey) habis-habisan, sementara lainnya mengutuk kebodohan Tom (Joseph) yang naif. Menariknya, beberapa justru menyebut film ini sebagai salah satu bentuk pembelajaran paling baik dalam pengembangan diri.

Siang tadi, Jumat (19/7/2019), kami bertanya pada sejumlah orang yang mengakui besarnya pengaruh 500 Days of Summer bagi kehidupan mereka. Dari berbagai jawaban, kami mengklasifikasikan pembahasan ke dalam empat poin yang paling banyak disinggung: musik, karakter Summer, serta jalan cerita.

1. Musik

Persoalan pertama yang perlu dipahami soal bagaimana musik dalam 500 Days of Summer terasa sangat keren, serba pas dan membekas adalah dengan melihat latar belakang sang pengarah film, Marc Webb yang merupakan sutradara banyak klip video keren di dunia.

Sejumlah klip video keren di tahun 2000-an, mulai dari Waiting milik Green Day, Harder to Breathe (Maroon 5), I'm Not Okay (My Chemical Romance), Perfect Situation (Weezer), hingga yang terbaru, Dusk Till Dawn (ZAYN featuring Sia) membuktikan kebolehan Marc.

Dalam 500 Days of Summer, Marc menyuguhkan playlist kece yang langsung jadi ikonik dalam paduan adegan yang ia tampilkan dalam layar. Coba saja visualisasikan adegan awal film yang menampilkan masa pertumbuhan Summer. Dijamin, lagu Us milik Regina Spektor yang akan langsung terngiang di telinga.

Cara Marc meramu adegan dan suguhan musiknya memang istimewa. Masa pertumbuhan Summer dan Us bukan satu-satunya yang paling ikonik. Secara pribadi, 500 Days of Summer sejujurnya adalah salah satu film yang memutarkan begitu banyak lagu keren di dalamnya, selain Trainspotting (Danny Boyle) ataupun Baby Driver (Edgar Wright).

Coba saja tengok daftar lagu dalam 500 Days of Summer, semacam Sweet Disposition (The Temper Trap), Vagabond (Wolfmother), She's Got You High (Mumm-ra), serta tentu saja, sebuah anthem bagi siapapun yang mengingat film ini: There Is a Light That Never Goes Out (The Smiths).

SPOTIFY PLAYLIST: 500 Days of Summer (OST)

2. Karakter Summer

Summer Finn barangkali adalah salah satu karakter yang paling melekat bagi Zooey di sepanjang kariernya. Summer hadir merepresentasikan sosok protagonis perempuan yang tak begitu familiar. Banyak orang menyebut Summer sebagai cerminan kesetaraan, bahwa penampilan tak dapat dijadikan cerminan keprbiadian.

Di awal, Summer tampak sebagai wanita yang sombong dan enigmatik, yang rasanya mustahil dikencani siapa pun, meski pesonanya digambarkan luar biasa. Beberapa tokoh laki-laki dalam film bahkan menyebut fenomena jatuh cinta massal terhadap Summer sebagai sebuah virus Summer-Effect.

Bagaimanapun, Summer akhirnya menjalin hubungan dengan Tom yang tak sengaja ia temui di dalam lift bersama The Smiths di headset-nya. Hubungan itu berjalan baik. Summer mendadak jadi sebuah standar baru bagi wanita. Bayangkan, ketika Summer menyebut nama Ringo Starr sebagai personel The Beatles favoritnya. Dalam sudut pandang karya fiksi, karakter Summer dapat diklasifikasikan sebagai Manic Pixie Dream Girl (MPDG).

MPDG adalah konsep yang pertama kali dicetuskan oleh Nathan Rabin, seorang kritikus film. MPDG adalah proyeksi bagi seorang tokoh perempuan yang memiliki karakter eksentrik, di mana kehadirannya dibentuk sebagai jalan membantu tokoh utama pria menghadapi berbagai permasalahan. Kemunculan karakter MPDG biasanya juga dilakukan seorang pembuat film untuk melawan standar-standar feminisme yang saklek.

Meski begitu, istilah MPDG bukan lahir dari karakter Summer. Karakter MPDG pertama kali dicetuskan Nathan untuk menggambarkan karakter Kirsten Dunst dalam Elizabethtown (2005). Dan maaf buat Kirsten, sebab ia bukan yang pertama memainkan peran MPDG. Sebelum Kirsten, Natalie Portman sejatinya sempat memainkan karakter sejenis ini di film Garden State (2004).

MPDG memang ampuh untuk menghadirkan suasana berbeda dalam sebuah kisah fiksi. Gambaran lain karakter MPDG bisa kita lihat lewat karya-karya penulis Haruki Murakami. Dalam novel-novelnya, Murakami konsisten menghadirkan tokoh MPDG, mulai dari Midori di Norwegian Wood, Yuki di Dance Dance Dance, hingga Fukueri di 1Q84.

 

3. Jalan cerita

Aspek satu ini jadi hal yang membuat 500 Days of Summer dengan mudah melekat dengan diri banyak orang. Film ini sukses membangun diskursus menahun soal percintaan, yang secara ajaib terasa nyata dengan kisah cinta banyak orang. Kami menanyakan kepada beberapa orang soal bagaimana mereka memaknai jalan cerita 500 Days of Summer.

Berbagai jawaban menarik kami dapati. Berikut kutipan-kutipan pendek jawaban mereka.

- Gema Rachmania Prameswari (27)

"Summer=Ketidakjelasan=Mylife."

- Bias Qyoniba (29)

"Berhenti berekspektasi."

- Bagus Santosa (32)

"Film ini adalah kegagalan kaum maskulin. Lihat saja ketidakberdayaan Tom menentukan jalan buat hubungannya."

- Wardhany Tsa Tsia (22)

"Summer kayak psikopat. Ninggalin pas sayang-sayangnya."

- Hanny Haniffa (27)

"Hubungan yang ribet. Dari awal, aspek-aspek hubungan yang harusnya ada seperti kepintaran, kejujuran, dan dukungan enggak bisa dipenuhi."

- Atrie Marcia Sihombing (25)

"Semuanya salah Tom sejak awal. Summer sudah bilang (prinsipnya) tapi Tom keep chasing on her. It takes me 3 times watching buat realize."

Pada akhirnya, diskursus soal 500 Days of Summer pasti memang berujung pada penghakiman, siapa yang paling salah di antara Tom dan Summer. Jawabannya macam-macam, seperti yang terpapar di atas. Gordon Levitt pun nampak menyadari pergolakan penonton ini. 

Beberapa bulan lalu, Gordon Levitt sempat melempar kicauan di akun Twitternya, @hitRECordJoe. Dalam kicauan itu, ia menulis: Tonton lagi. Hampir seluruhnya adalah kesalahan Tom. Ia berekspektasi. Ia tidak mendengarkan. Ia egois. Beruntung, Tom pada akhirnya bisa mendewasakan diri.

Yang jelas, tak ada persepsi yang salah. Semua berhak hidup dengan persepsi masing-masing terhadap film ini. Sekian.

 

 

Rekomendasi