Salah satu program yang paling baru adalah From Book To Screen. Para penulis atau penerbit dapat melakukan presentasi tentang keunikan bukunya kepada para investor dan produser film agar diangkat dalam bentuk visual.
Kepala Bidang Pembiyaan BPI Agung Sentausa menjelaskan, langkah ini adalah satu cara untuk membentuk transmedia yang dapat menghidupkan kreativitas yang lebih besar dari sebagai lini. Acara tersebut, tambah dia, jadi ajang menjodohkan antara mereka yang memiliki ide dengan mereka yang memiliki dana untuk mewujudkan sesuatu yang lebih besar.
"Beragam investasi yang terjadi, tidak hanya berdampak dari segi ekonomi namun juga mendorong penguatan iklim untuk jangka panjang. Inisiasi IP-Market pada acara Akatara menjadi sangat penting, bukan hanya memfasilitasi penulis untuk bekerja sama dengan pembuat film, tapi juga untuk melihat kemungkinan kolaborasi yang lebih jauh dalam eksplorasi bisnis kekayaan intelektual," ungkap Agung kepada era.id di acara penutupan Akatara 2019 di Hotel Sultan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Program From Book To Screen merupakan kolaborasi antara Badan Perfilman Nasional dengan Komite Buku Nasional (KBN) dan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI).
Penulis atau penerbit mesti memasukkan karyanya beberapa bulan sebelum acara Akatara dilaksanakan. Dari 137 data ini, pihak KBN menyutingnya menjadi 30 peserta, dan kemudian memilih 10 karya terbaik untuk melakukan pitching di hadapan para produser dan dewan juri pada acara Akatara 2019.
Kesepuluh karya tersebut terdiri dari dua komik atau graphic novel dan delapan novel dengan genre yang variatif. Mulai dari Enjah karya beng Rahadian (Cendana Art Media), Shiver karya Andik Prayogo (re: On Comics), Bandar karya Zaky Yamani (Gramedia Pustaka Utama), Buku Panduan Matematika Terapan karya Triskaidekaman (Gramedia Pustaka Utama), Bulan Merah karya Ginanjar Teguh (Qanita);
Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan (Bentang Pustaka), Kura-kura Berjanggut karya Azhari Aiyub (Banana), Kami (Bukan) Sarjana Kertas karya J.S Khairen (Bukune), Senja di Mata Bintang karya Dhea Chandra (Bentara Aksara Cahaya), dan Misteri Kota Tua karya Yovita Siswati (Kepustakaan Populer Gramedia).
Sedangkan untuk juri sendiri, pihak penyelenggara melibatkan langsung para produser film dari BPI dan APROFI yang terdiri dari Edwin Nazir (produser Angka Fortuna Sinema), Meiske Taurisia (produser Aruna dan Lidahnya), Putrama Tuta (sutradara A Man Called Ahok), dan Sheila Timothy (produser Wiro Sableng).
Menurut perwakilan dari APROFI Linda G Arya Wardhana, proses pitching ini akan membantu penulis untuk berhadapan langsung dengan investor dan produser film dengan cara menjual ide dari karyanya.
"Yang kami lihat adalah bagaimana sang pembuat karya menjual idenya semenarik mungkin, serta apa yang ditawarkan. Lalu bagaimana mereka menyampaikannya secara kreatif dalam waktu yang sudah ditentukan," ungkapnya.
Pitching terbaik nantinya akan mendapatkan TUTA Award dari TUTA Lab asuhan Putrama Tuta. Sedangkan satu novel atau komik terpilih nantinya akan diangkat menjadi film ke layar lebar yang akan didukung penuh oleh Bekraf dan BPI. Rencananya nama pemenang akan diumumkan di situs Komite Buku Nasional beberapa hari mendatang.