Tim Editor
Pertama, orientasi sosiologis. Model ini menjelaskan bahwa pemilih dipengaruhi oleh lingkaran sosialnya seperti keluarga, tempat kerja, lingkungan tempat tinggal dan komunitas sosial lain.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan Poltracking Indonesia mencatat, model sosiologis memiliki tingkat pengaruh sebesar 22,5 persen. Dengan persebaran variabel antara lain agama yang dianut (19,4 persen), asal daerah kandidat (1,7 persen), dan asal suku bangsa (1,4 persen).
Kedua, orientasi psikologis. Orientasi pemilih dapat dilihat dari tiga cara, pertama adalah persepsi dan penilaian pribadi terhadap kandidat, kedua adalah persepsi pribadi terhadap tema-tema yang diangkat, ketiga adalah identifikasi partai.
Survei Poltracking, orientasi psikologis dapat dilihat melalui karakter personal yang dimiliki kandidat, pengaruhnya sebesar 22,5 persen. Sekitar 17,7 persen sampel menyatakan bahwa karakter personal berpengaruh bagi orientasi pemilih. Menyusul 1,3 persen tentang gender, dan 0,3 persen mengenai usia kandidat.
Ketiga, pilihan rasional. Pilihan rasional akan terjadi apabila partai maupun calon yang mereka dukung juga melakukan tindakan rasional. Model ini juga menjelaskan bahwa masyarakat yang menentukan pilihannya didasarkan pada kalkulasi mengenai keuntungan yang didapatnya.
Faktor rasional cukup memainkan peran penting terkait orientasi pemilih. Survei Poltracking menyatakan bahwa pilihan rasional menjadi faktor tertinggi di antara dua model lainnya dengan besaran sampel yaitu 39,6 persen. Kategorisasi pilihan rasional antara lain kinerja dan pengalaman kandidat (19,1 persen), visi misi (14 persen) dan kualitas kandidat (6,5 persen).
(Ilustrasi: era.id)
