Peran Pemerintah Korea terhadap K-Pop

| 14 Jul 2018 15:45
Peran Pemerintah Korea terhadap K-Pop
Ilustrasi (Hilda/era.id)
Jakarta, era.id - Pemerintah Korea Selatan mendukung penuh persebaran gelombang budaya Korea (Hallyu). Dalam pembukaan Seventh Conference for the Promotion of New Economy di Seoul pada 1994, Presiden Korea Selatan saat itu, Kim Young-sam menyatakan, negaranya siap bersaing dalam bidang budaya dan ekonomi baru di kancah global sebagai respons atas tekanan eksternal yang diberlakukan Amerika Serikat.

Tekanan yang dimaksud adalah hegemoni budaya Barat dan westernisasi yang semakin kuat sekaligus menyokong status 'negara adidaya' yang dimiliki Amerika Serikat. Dan Young-sam tidak main-main dengan ucapannya, melalui kontrol pemerintah, dia melahirkan sebuah kebijakan bernama "Lima Tahun Rencana Pengembangan Budaya" yang menekankan kebijakan pada pengembangan industri budaya dan pemanfaatan sektor teknologi informasi (IT).

Korea Selatan adalah satu dari sedikit negara di dunia yang menjadikan seni dan budaya sebagai komoditas ekspor yang dikembangkan menjadi sebuah soft power dalam berdiplomasi. Istilah ini digunakan ilmuwan politik Joseph Nye (Harvard Kennedy School) untuk menjelaskan status kesuksesan Korea Selatan memperlihatkan kedigdayaan negaranya melalui budaya dan mampu memaksimalkan kekuatan tersebut dalam bentuk politik, ekonomi, hingga keamanan.

Pada Konferensi Pariwisata Korea Selatan Ketiga 2001, Presiden Korea Selatan saat itu, Kim Dae-jung mengembangkan pemikiran Kim Young-sam dengan menambahkan aspek pariwisata di dalamnya. Dae-jung menekankan pentingnya pembangunan industri pariwisata yang modern sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru, dan budaya Korea (Hallyu/K-Pop) sebagai 'pusat' dari industri tersebut.

Agresivitas Korea Selatan dalam menyebarkan fenomena Hallyu berkaitan erat dengan keuntungan ekonomi yang mereka incar. Coba tengok film Korea Winter Sonata (2002) yang 'meledak' di kawasan Asia dan mendapatkan pemasukan hingga 290 miliar dolar AS. Ini merupakan potensi nyata dari diplomasi budaya.

Baca Juga : Mengendus Rekam Jejak Ekspansi K-Pop

Mereka lalu memperluas anggaran sektor budaya hingga mencapai 0,9 miliar dolar AS atau satu persen dari anggaran nasional yang dimiliki Korea Selatan pada 2000 untuk menunjang persebaran Hallyu lebih masif lagi. Pada 2014, Negeri Ginseng bahkan menganggarkan hampir 5,2 miliar dolar AS untuk bidang ini dan juga media, atau sekitar 1,4 persen dari total anggaran nasional. Tiga tahun berselang, angka itu kembali meningkat hingga 7,5 miliar dolar AS, sekitar dua persen total anggaran nasional.

Sejatinya, tidak ada data statistik resmi mengenai dampak Hallyu terhadap perekonomian Korea Selatan. Namun, Song Seng Wun dari Bank CIMB Private memperkirakan Hallyu berkontribusi terhadap produk domestik bruto Korea Selatan sebesar 3-5 persen.

Strategi Pemerintah Kembangkan Hallyu/KPop

Korea Selatan membentuk sejumlah institusi/lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam kontinuitas persebaran Hallyu. Badan pemerintah yang langsung menaungi Hallyu (K-Pop) adalah Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata Korea Selatan (MCST) yang terdiri dari KOCCA, KOFICE, DAN KTO. Berikut rinciannya:

- KOCCA atau Korea Creative Content Agency merupakan agen pemerintah Korea Selatan yang memimpin kemajuan konten kreatif Korea Selatan, baik di dalam maupun di luar negeri. KOCCA mencakup berbagai industrik kreatif Korea Selatan, termasuk game, animasi, perizinan dan hak kekayaan intelektual, musik, fashion, dan bidang penyiaran. KOCCA berfungsi sebagai wadah inkubator bagi industri kreatif Korea Selatan yang terdiri dari tiga organisasi; Content Korea Lab (wadah bagi warga Korea Selatan dengan ide bagus untuk mewujudkan mimpi mereka atau memulai bisnis), Cel Academy (pusat pelatihan penciptaan konten), dan Cel Venture Complex (spesifik untuk menginkubasi startup dan/atau industri digital lainnya).

Baca Juga : K-Pop Goes to Korut

- KOFICE, Korea Foundation for International Cutural Exchange, merupakan badan pemerintah yang menjalankan misi pertukaran budaya dan program akademik. Misi yang dibawa adalah memperkenalkan kebudayaan Korea Selatan, khususnya Hallyu. Sedangkan contoh program yang dilakukan badan ini antara lain Enhancement of Korean Studies and Language Overseas (pengembangan bahasa Korea) dan The Korea Foundation Cultural Center (pengenalan terhadap budaya Korea).

- KTO (Korean Tourism Organization) bertanggung jawab atas pengembangan kebudayaan dan pariwisata yang berdampak langsung terhadap devisa negara dalam hal pariwisata. Hallyu memegang peranan penting terhadap datangnya turis-turis mancanegara ke Korea Selatan dan diharapkan mampu memetakan potensi-potensi wisata Negeri Ginseng sekaligus membentuk stigma menarik terhadap atraksi wisata tersebut.  Ruang lingkup KTO sangat luas karena atraksi wisata yang digarap merupakan atraksi yang telah (maupun yang akan) diperkenalkan dalam berbagai konten Hallyu (drama, game, hingga musik).

Upaya pemerintah Korea Selatan dalam menyebaran Hallyu memang luar biasa. Tidak hanya mendorong warganya untuk terus berinovasi, tetapi juga menyediakan berbagai lembaga untuk mengakomodasi ide dan pemikiran terkait Hallyu serta memfasilitasinya dengan guyuran dana berlimpah. Sebuah bentuk dukungan serius dari negara untuk rakyatnya.

Jadi kepikiran, sejauh mana ya pemerintah Indonesia mendukung industri musik kita? Adakah langkah yang sudah dilakukan? Apalagi di Indonesia sudah ada Bekraf. Tenang, kami akan mengulasnya di artikel berikutnya. 

(Infografis/era.id)

Rekomendasi