Kaleidoskop 2022: Kelakuan 'Minus' Jenderal-jenderal hingga Buat Citra Polri Buruk

| 31 Dec 2022 11:15
Kaleidoskop 2022: Kelakuan 'Minus' Jenderal-jenderal hingga Buat Citra Polri Buruk
Ferdy Sambo, Teddy Minahasa, dan Ismail Bolong (Dok. Antara/ Kolase ERA)

ERA.id - Tahun 2022 nampaknya bukan tahun Mabes Polri. Bagaimana tidak, nama baik dan citranya tercemar akibat ulah anggotanya sendiri.

Sepanjang 2022 ini, banyak anggota polisi yang tersandung kasus, mulai dari yang berpangkat rendah hingga perwira tinggi (Pati) dengan gelar jenderal. Belum diketahui apakah jenderal polisi yang terseret kasus bisa dikatakan "oknum" atau tidak.

Setidaknya ada tiga jenderal yang tersorot kencang oleh publik, yakni mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.

Ketiganya tersandung kasus yang berbeda-beda, namun nampaknya buat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pusing. 

1. Ferdy Sambo Tersandung Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J

Kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) bisa jadi menjadi sejarah buruk bagi institusi Korps Bhayangkara. Perkara ini sempat membuat heboh masyarakat Indonesia karena ternyata diotaki Ferdy Sambo yang saat itu sebagai Kadiv Propam Polri.

Sebagai "polisinya" polisi, mantan jenderal bintang dua ini ternyata membunuh Brigadir J yang merupakan ajudannya sendiri di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (08/07) lalu.

Kasus pembunuhan ini bahkan sudah dirancang Ferdy Sambo agar kematian Yosua tertutup dengan rapi. Berawal ketika mencuat ke publik, kasus ini disebut tembak-menembak antar ajudannya, yakni Brigadir J dengan Bharada Richard Eliezer (Bharada E).

Namun yang yang tak percaya dengan kronologi "tewas karena baku tembak" itu. Sebagian beranggapan tak mungkin seorang "Bharada" bisa menang adu tembak dengan Brigadir. Banyak yang beranggapan, Yosua tewas bukan karena adu tembak dan meminta Polri transparan membuka kasus ini. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun tampaknya dibuat pusing dengan kasus Ferdy Sambo ini, apalagi Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali mewanti-wanti agar perkara kematian Brigadir J dituntaskan dan transparan.

Akhirnya terkuak, kasus ini ternyata penembakan atau bukan adu tembak. Ferdy Sambo rupanya menyuruh Bharada E untuk membunuh Yosua. 

Rencana jahat ini Sambo lakukan karena Yosua disebut-sebut telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi saat di rumah pribadinya di kawasan Magelang. Namun hal ini belum tentu benar, sebab cerita soal pelecehan ini berubah-ubah. 

Semua orang yang ada di rumah dinas, yakni Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir J. Semua tersangka kecuali Putri, ditempatkan di tempat khusus (dipatsus). Pada Kamis (25/08), Ferdy Sambo menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dan disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Rupanya, kebohongan Sambo tentang Yosua tewas karena baku tembak ini menyeret puluhan anggota polisi yang tidak tahu apa-apa, atau hanya menjalankan perintah "polisinya polisi". Banyak personel Polri yang disanksi demosi bahkan PTDH karena terseret skenario Sambo.

Usai membunuh ajudannya itu, Ferdy Sambo sempat berupaya menutupi kasus itu dengan melakukan sejumlah penghilangan barang bukti rekaman CCTV di sekitar rumah dinasnya.

Ferdy Sambo menggunakan tangan anak buah dan juniornya di Propam hingga Bareskrim Polri untuk menghilangkan barang bukti CCTV tersebut. Sebanyak enam personel Polri pun ditetapkan menjadi tersangka obstruction of justice kasus kematian Brigadir J, di mana satu di antaranya merupakan jenderal.

Mereka adalah eks Karo Paminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan, eks Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria, dan eks Koordinator Sekretaris Pribadi (Korspri) Sambo, Kompol Chuck Putranto. 

Lalu eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widianto, eks Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman Arifin, dan eks Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri Kompol Baiquni Wibowo.

Sidang perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice kasus kematian Brigadir J masih berlangsung hingga saat ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sambo sebelumnya berkali-kali meminta maaf ke anggota Polri yang terseret karenanya.

Dalam persidangan ini, Ferdy Sambo disebut-sebut ikut menembak Yosua atau melakukan tembakan "penutup" ke Brigadir J. Sambo dan tim penasihat hukumnya, menepis itu dan menegaskan hanya Bharada E yang melakukan penembakan.

Sambo pun menegaskan jika istrinya, Putri Candrawathi, telah diperkosa Yosua. Teruntuk orang-orang yang tidak percaya hal tersebut, Sambo mendoakan agar keluarga mereka semua tidak ada yang diperkosa.

"Itu kan sudah disampaikan di persidangan, bahwa keterangan psikolog sudah jelas ada peristiwa di Magelang, perkosaan kepada istri saya. Kalau ada orang yang tidak percaya, ya saya berdoa itu semoga tidak terjadi pada istri atau keluarganya," kata Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12).

2. Irjen Teddy Minahasa Kena Kasus Narkoba

Di tengah bergulirnya kasus Sambo, Kapolri nampaknya dibuat pusing lagi oleh kelakuan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, yang merupakan calon Kapolda Jawa Timur.

Keterlibatan Teddy berawal ketika Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya melakukan pengembangan kasus peredaran narkoba pada 10 Oktober lalu.

Setelah dilakukan pengembangan, penyidik menangkap sejumlah orang yang diantaranya merupakan anggota polisi aktif.

Para "oknum" polisi itu adalah Irjen Teddy Minahasa, Kompol Kasranto, Aiptu Janto, AKBP Dody Prawiranegara, dan Aipda Achmad Darmawan.

Polisi kemudian merilis kasus tersebut di Polres Metro Jakarta Pusat pada 14 Oktober 2022 lalu dan dijelaskan, Irjen Teddy Minahasa diduga berperan sebagai pengendali sabu seberat 5 kilogram yang merupakan barang bukti sitaan pengungkapan kasus Polres Bukittinggi.

Teddy dan AKBP Dody yang merupakan eks Kapolres Bukittinggi ini, melalui masing-masing pengacaranya, sempat saling tuduh menuduh perihal sabu 5 kilogram ini.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengatakan berkas perkara tersangka narkoba, Irjen Teddy Minahasa telah dinyatakan lengkap atau P21.

Maka, untuk tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti akan dilakukan pada awal 2023 mendatang.

"Benar, berkas IJP TM sudah dinyatakan lengkap. Tahap dua (dilakukan) awal tahun depan," ujar Zulpan kepada wartawan, Rabu (21/12).

3. Kabareskrim dan Ismail Bolong di Kasus Tambang Ilegal

Media sosial tiba-tiba dihebohkan dengan beredarnya pengakuan Ismail Bolong. Ismail Bolong membuat video testimoni dan mengaku menjalankan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) dan memberikan suap ke sejumlah perwira Polri agar bisnis ilegal itu berjalan.

Ismail Bolong yang merupakan mantan anggota Polres Samarinda ini bahkan menyebut memberikan sejumlah "uang koordinasi" ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sebanyak tiga kali.

Uang itu disetor pada September 2021 sebesar Rp2 miliar, Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.

Pada video keduanya, Ismail Bolong malah membuat pernyataan. Pria ini mengaku membawa-bawa nama Kabareskrim karena ditekan Hendra Kurniawan, yang saat itu menjabat sebagai mantan Karopaminal Divpropam Polri.

Video Ismail Bolong ini membuat publik geger. Usai video Ismail Bolong viral, beredar Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Propam yang berisi kasus tambang ilegal di Kaltim, yang ditandatangani eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. 

LHP itu bernomor R/LHP-63/III/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 dan ditandatangani langsung oleh Hendra Kurniawan. LHP kedua nomor R/1253/IV/WAS/2.4./2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022 dan ditandatangani langsung oleh Ferdy Sambo.

Sambo pun membenarkan LHP itu dan menyebut Kabareskrim diduga terseret di kasus tambang ilegal di Kaltim. Namun dia enggan bicara banyak mengenai hal ini.

Senada dengan Ferdy Sambo, Hendra juga membenarkan Kabareskrim terseret di kasus Ismail Bolong. "Ya kan sesuai faktanya begitu (Agus Andrianto terlibat kasus tambang ilegal di Kaltim)," ujar Hendra di PN Jaksel, Kamis (24/11).

Kabareskrim Polri yang sebelumnya hanya diam, mungkin gerah karena Sambo dan Hendra terus melempar isu soal tuduhan terhadap dirinya.

Agus heran mengapa Sambo dan Hendra melepas Ismail Bolong bila kasus tambang ilegal di Kaltim itu benar adanya. "Kenapa kok dilepas sama mereka kalau waktu itu benar," kata Agus Andrianto kepada wartawan dikutip Jumat (25/11).

Agus tak menjawab perihal betul tidaknya dirinya menerima uang dari Ismail Bolong. Dia hanya menambahkan, keterangan seseorang saja tak cukup untuk membuktikan suatu perkara. Kabareskrim pun menganggap Ferdy Sambo dan Hendra sedang memainkan isu.

"Jangan-jangan mereka yang terima (uang) dengan tidak teruskan masalah (tambang ilegal di Kaltim), lempar batu untuk alihkan isu," tambahnya.

Polri pun akhirnya menelusuri dugaan kasus tambang ilegal tersebut dan memanggil Ismail Bolong. Mantan anggota polisi ini memenuhi panggilan ke Bareskrim Polri, Jakarta. 

Ismail Bolong pun ditetapkan menjadi tersangka, namun bukan tersangka kasus dugaan suap. Mantan anggota polisi ini jadi kasus tambang ilegal di Kaltim bersama dua orang lainnya, yakni Rinto dan Budi. 

Tidak diketahui apakah kasus dugaan suap ke Kabareskrim ini ditelusuri Polri atau tidak. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo hanya mengatakan Korps Bhayangkara buka peluang menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut dugaan suap yang dilakukan Ismail Bolong.

"Sekali lagi (tentang dugaan suap Ismail Bolong), kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dan PPATK, itu secara teknis penyidik. Semua koridor adalah bagaimana bukti-bukti yang didapatkan tim penyidik bisa ditindaklanjuti dan dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan," kata Dedi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/12).

Dari kasus dugaan suap Ismail Bolong ini, Kabareskrim dilaporkan ke KPK oleh Koalisi Solidaritas Pemuda Mahasiswa (KSPM).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan KPK akan menindaklanjuti laporan KSPM ini. "Kami masih cek apakah benar ada laporan dimaksud. Namun demikian, setiap laporan masyarakat ke KPK, kami pastikan ditindaklanjuti sesuai prosedur dan kewenangan KPK," kata Ali Fikri kepada wartawan.

Namun belum ada keterangan lebih lanjut mengenai penyelidikan yang dilakukan KPK terkait laporan ini. Apakah KPK akan memanggil Kabareskrim untuk dimintai keterangan, belum ada penjelasan.

Rekomendasi