ERA.id - Sebanyak 2.486 warga negara Indonesia (WNI) berhasil dicegah keberangkatannya ke luar negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten selama periode Januari hingga 15 Juni 2023. Dari ribuan WNI tersebut, 2.352 orang di antaranya merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal.
"Dari data 2.486 WNI yang kami tunda keberangkatannya, terdapat 2.352 merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal, yang hendak bekerja ke luar negeri melalui proses yang tidak sesuai prosedur," ucap Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, Muhammad Tito Andrianto, Jumat (16/6/2023).
Tito mengatakan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dalam hal penundaan keberangkatan penumpang yang diduga ilegal. Pihaknya pun memiliki wewenang memeriksa dokumen perjalanan, melakukan wawancara, pemindaian paspor dan memeriksa apakah penumpang yang akan keluar wilayah Indonesia masuk ke dalam daftar cegah.
"Jadi rinciannya yang berhasil kami cegah, Januari ada 217 penundaan, Februari 420 orang, Maret 537 penundaan, April 319 penundaan, Mei 655 orang, dan hingga 15 Juni ini ada 338 orang," ungkapnya.
Tito menambahkan, penundaan keberangkatan terhadap WNI yang diduga PMI non prosedural merupakan bentuk pengawasan keimigrasian dengan Surat Edaran Nomor IMI.2.GR.01.01-4.5890 Tahun 2021 tentang Pemberian Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dan Keluar Wilayah Negara Republik Indonesia, bagi WNI yang akan bekerja di luar negeri sesuai kebijakan negara tujuan penempatan.
"Jika tidak ditemukan permasalahan dalam pemeriksaan keimigrasian, maka petugas dapat memberikan tanda keluar," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menambahkan, menekankan kepada seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Imigrasi untuk menggencarkan mitigasi pengawasan keimigrasian mulai dari penerbitan paspor hingga pemeriksaan keimigrasian di TPI.
"Semoga masyarakat kita tidak lagi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lewat upaya penyelundupan tenaga kerja ke luar negeri yang tidak sesuai dengan prosedur karena semata-mata tergiur dengan penghasilan yang lebih besar," tambahnya.