Viral Seorang Perempuan Curhat Pengurus RT dan RW-nya Buat Sejumlah Aturan Tak Masuk Akal

| 21 May 2024 17:25
Viral Seorang Perempuan Curhat Pengurus RT dan RW-nya Buat Sejumlah Aturan Tak Masuk Akal
Tangkapan layar perumahan di Tangerang (X/@aurellrfn)

ERA.id - Viral akun X @aurellrfn bercerita soal pengurus RT dan RW di lingkungannya yang dituding membuat aturan seperti "Korea Utara". Ia pun mengaku tinggal di Tangerang. Mulanya, perumahan mereka berada di bawah naungan developer. Lalu sejak Februari dikelola mandiri.

Lewat cuitannya, ia menyebutkan sejumlah aturan dari pengurus RT-nya. Pertama, warga yang ingin memesan makanan melalui ojek online di atas jam 10 harus mengambil makanannya ke pos satpam. Ojek tersebut tak boleh mengantar sampai ke depan rumah warga bersangkutan.

"Tong sampah umum diangkut karena lebih dari setengah cluster nggak mau bayar Iuran Pemeliharaan dan Keamanan lingkungan (IPKL)," tulis akun tersebut, dikutip Selasa (21/5/2024).

Lalu, tidak boleh ada kerabat atau saudara yang menginap di rumah warga. Hanya yang tercantum di kartu keluarga yang sama yang boleh menginap.

"Kalau nggak bakal digedor-gedor dimarahin ditunjuk-tunjuk, harus minta izin sujud sama RT dulu. Nanya atau komplain di grup langsung di-kick, real Korea Utara," katanya.

Ia juga bercerita pengurus RT dan RW juga kerap merecokinya karena masalah tamu. Bahkan ia semakin dicecar karena tak membayar IPKL.

"Tamu aku nginep karena besoknya kita mau pergi pagi-pagi ke Kelapa Gading, biar lebih efisien dan ada yang yetir jadi aku bilang nginep aja," katanya.

Perempuan tersebut juga mengunggah foto-foto percakapan dirinya dengan pengurus RT. Ia menyindir aturan tinggal di clusternya lebih tidak masuk akal daripada tinggal di Korea Utara.

"Aku berempat ya sama Ade dan tamu aku bukan berdua doang. Aku cerita ke warga-warga lain mereka baik banget langsung datang bantu cover takut aku dikenapa-kenapain RT RW atau satpam yang datang," katanya.

Lebih lanjut, rumah Aurel tersebut didatangi petugas binaan masyarakat. Tapi, ia membiarkannya dan tidur. Sebab mengaku sudah capek meladeni petugas dan pengurus RT-nya.

"Kalau emang aku melakukan hal tercela, kenapa mereka beraninya pas warga udah bubar? Datengin aja pas warga ada kalau emangn apa yang mereka lakuin bener, warga lain pasti juga setuju. Kenapa harus tunggu warga bubar dulu?" katanya.

Kemudian dia juga menceritakan alasan warga tak membayar IPKL. Saat berada di bawah naungan developer, IPKL yang dibayarkan sebesar Rp500 ribu. Setelah dikelola mandiri, biaya IPKL hanya berkurang 15 ribu. Apalagi IPKL juga dikelola RT dan RW.

"Setiap ditanya ngeles dan kasih laporan yang halusinasi," katanya.

Ia juga menyebut warga sudah mengusahakan agar pengurus RT dan RW dicopot. Ia juga meminta lurah untuk bersilaturahmi ke lingkungannya. Tapi pihak lurah meminta harus ada tandatangan RW dan pihak RW juga tak mau turun dari jabatannya.

"Kita warga juga bingung kenapa RT RW-nya susah banget untuk diturunkan, banyak banget yang memperlambat," katanya.

Rekomendasi