Dinilai Tak Objektif, Bareskrim Diminta Tinjau Ulang Penetapan Tersangka Direksi PT KSM oleh Polda Metro

| 11 Oct 2024 17:38
Dinilai Tak Objektif, Bareskrim Diminta Tinjau Ulang Penetapan Tersangka Direksi PT KSM oleh Polda Metro
Kuasa hukum terlapor, Juniver Girsang di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (11/10/2024). (Era.id/Sachril Agustin)

ERA.id - Biro Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri diminta meninjau ulang penetapan tersangka terhadap Direksi PT KSM yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan penggelapan.

Kuasa hukum terlapor, Juniver Girsang mengatakan gelar perkara khusus diperlukan karena penetapan tersangka terhadap kliennya dilakukan dengan tidak objektif.

"Kami minta gelar perkara khusus karena penetapan klien kami itu ada ketentuan yang dilanggar. Jadi kami minta keadilan kepada Bareskrim Polri supaya menilai, meneliti apakah pantas dan tepat penetapan tersangka itu," ujar Juniver di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (11/10/2024).

Dugaan tidak objektifnya proses penyidikan semakin menguat karena penyidik Polda Metro Jaya dan kantor pengacara Lucas selaku pelapor selalu mangkir dalam tiga kali panggilan gelar perkara khusus.

"Kami kecewa tiga kali undangan gelar perkara penyidik Polda Metro Jaya tidak pernah hadir. Menjadi pertanyaan, kenapa mereka tidak berani hadir," jelasnya.

Di tempat yang sama, Pakar Hukum Tata Negara yang juga saksi ahli dari terlapor, Yusril Ihza Mahendra menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya.

Pertama, penyidik hanya berfokus mencari dua alat bukti yang dipenuhi dari saksi dan bukti surat dari pihak pelapor. Padahal, bukti yang dijadikan landasan seharusnya memiliki indikasi pidana yang cukup.

Ia mencontohkan apabila penyidik menjadikan bukti surat tagihan dari pelapor, maka yang harus dilakukan ialah membuktikan keabsahan dasar surat tersebut.

"Bukti surat itu katanya dibuat tahun 2012, ada tagihan yang harus dibayar sebesar dua juta dolar yang sampai hari ini tidak pernah dibayar. Harusnya kan diteliti, apakah surat itu betul? Apakah betul surat itu dibuat tahun 2012 atau justru outdated," jelasnya.

Yusril lalu berpandangan penyidik seharusnya juga turut memeriksa pihak yang disebut memberikan surat tersebut kepada pelapor. Penyidik harus menentukan apakah yang bersangkutan memang memiliki kewenangan atau justru surat perjanjian itu tanggung jawab perorangan.

Dia juga menilai ada pemaksaan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam menetapkan Direksi PT KSM sebagai tersangka. Sebab, dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh Lucas sejak awal terkait penggelapan.

Jika memang ada utang yang tidak dibayarkan oleh PT KSM, maka harusnya tidak termasuk dalam kategori penggelapan. Salah satu contoh penggelapan adalah seseorang menjual barang ketika dititipkan.

"Tapi kalau misalnya saya punya utang sama anda, enggak dibayar, apa itu bisa dibilang penggelapan? Itu saja sudah menimbulkan tanda tanya. Karena Pasal yang digunakan cuma satu, Pasal 372 tentang penggelapan," imbuhnya.

Di sisi lain, Yusril menjelaskan tagihan yang disebut utang itu seharusnya sudah kadaluarsa jika merujuk Pasal 1970 KUHAP. Sebab, sudah lebih 20 tahun tidak ditagih dan yang berutang tidak membayar.

Dia lalu mengatakan sudah ada putusan dari pengadilan yang menyatakan bahwa PT KSM mengalami pailit.

"Jadi tagihnya itu terakhir hanya tahun 2021. Jadi masa utangnya sudah tidak bisa ditagih, sudah kadaluarsa, tapi orangnya dinyatakan tersangka, inikan agak aneh," tuturnya.

Oleh karenanya, Juniver mendesak agar Biro Wassidik Bareskrim Polri dapat melakukan audit terhadap proses penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya.

"Kami menduga kasus ini dari awal sudah dirancang dan dipaksakan dengan tidak ada dasar hukumnya. Makanya marwah Bareskrim Polri menjadi dipertaruhkan dalam kasus ini," ucapnya.

Rekomendasi