ERA.id - Kisruh internal PT Kahayan Karyacon makin memanas. Keempat direksi perusahaan tersebut tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang oleh Bareskrim Mabes Polri.
Mereka menyebut sangkaan penegak hukum tersebut didasari kebohongan yang disampaikan Mimihetty Layani, pendiri sekaligus komisaris perusahaan.
“Tuduhan Mimihetty jelas tidak beralasan, justru Mimihetty dan Christeven (putranya) yang meminta jangan ada laporan keuangan. Tidak mau rugi, mencari kambing hitam dan menyalahkan ke direktur,” ujar Franziska Martha Ratu Runturambi selaku pengacara direksi PT Kahayan Karyacon melalui keterangan tertulis, Senin (1/11).
Sebelumnya, Mimihetty dan Christeven melaporkan direksi Kahayan Karyacon ke polisi pada 11 Mei lalu. Sejak 19 Agustus 2021, keempatnya resmi jadi tersangka kasus yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri tersebut.
Tidak tinggal diam, direksi Kahayan Karyacon balik melaporkan Mimihetty dan putranya ke polisi atas dugaan penggelapan. Tuduhan serius tersebut disampaikan kepada Direktorat Pidana Umum Polda Banten pada 29 September 2021.
"Memang benar kata orang, makin banyak uang dan harta membuat orang angkuh dan makin rakus akan kekayaan. Orang yang hatinya baik seharusnya dalam keadaan usahanya jatuh, mau bertanggung jawab dan membayar hutang supplier di toko miliknya, apalagi Konglomerat Istri Muda Pemilik Kopi Kapal Api seharusnya dengan berjiwa besar tutupi hutang pabrik miliknya dan janganembebani supplier yang adalah Orang susah," kata Sugi selaku Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Adapun kata Sugi, bukti sertifikat dari aset properti inilah yang jadi dasar dugaan penggelapan dengan terlapor Mimihetty dan Christeven, yang LQ laporkan ke Polda Banten. Keduanya disangka melanggar Pasal 372 atau 374 KUH Pidana.
“Kami berikan bukti sertifikat atas nama Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto dan bukti aliran uang milik PT untuk membayar aset tersebut. Orang awam tidak mengerti keuangan tidak akan paham modus ini. Tapi orang pintar sekelas Mimihetty dan Christeven diduga sudah rencanakan dari awal dan dicium oleh LQ aroma tidak sedap ini,” papar Sugi.
Kasus seperti ini, kata Sugi, serupa juga yang dialami oleh Christian Halim, klien LQ juga, seorang kontraktor yang dibayar oleh Christeven untuk pembangunan infrastruktur tambang nikel di Morowali. Setelah pekerjaan hampir selesai dan Christian Halim menagih sisa pembayaran Rp7 miliar, kata Sugi, Christeven tak mau membayar dan malah melaporkan Christian dengan alasan pekerjaan tidak sesuai spek. Christian dijerat dengan dugaan pasal penipuan dan penggelapan.
Sementara itu, Pendiri LQ Indonesia Lawfirm, advokat Alvin Lim meminta Polri berlaku adil dalam menangani kasus ini.
"Polri sampai kapan baru mau berubah? Apakah menjadi polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sebagaimana amanah UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian atau akan menjadi alat dan polisi swasta?" ucapnya.
Ia juga menegaskan jangan sampai institusi Polri menjadi alat pengusaha dan penguasa.
"Keluarga Kopi Kapal Api ternyata seperti dugaan Arteria Dahlan Anggota DPR komisi III, menunggangi oknum POLRI demi mencapai keinginan pribadinya," ucapnya.
Sementara itu, Christeven Mergonoto selaku Komisaris Utama dan anak pemilik Kopi Kapal Api ketika dihubungi oleh Media dan diminta tanggapan tidak mau membalas.