ERA.id - Bareskrim Polri menyampaikan pihaknya akan melakukan gelar perkara kasus pagar laut misterius di pesisir laut Tangerang pada Selasa (4/2/2025) hari ini.
"Kemudian tindak lanjut proses kami saat ini proses pemeriksaan dan akan gelar perkara, gelar perkara kemungkinan akan kami laksanakan besok (hari ini)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan dikutip Selasa (4/2/2025).
Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Jenderal bintang satu Polri ini menjelaskan pihaknya telah memeriksa tujuh saksi dalam kasus ini.
Tujuh saksi itu adalah Inspektorat BPN RI, eks Kepala Kantah (Kakantah) Kabupaten Tangerang; Kakantah Kabupaten Tangerang; Kasi Sengketa Kantah Kabupaten Tangerang; Kasi Penetapan Kantah Kabupaten Tangerang; dan dua pihak lainnya.
Namun, dia belum mau mengungkapkan nama ataupun inisial ketujuh saksi tersebut. Djuhandhani hanya menambahkan Bareskrim juga telah menerima sejumlah dokumen untuk segera membuat terang polemik pagar laut itu.
"Kemudian proses penyelidikan ini kami sudah menerima berkas warkah penerbitan sertifikat dari Kantah Kabupaten Tangerang sebanyak 263 berkas yang saat ini diserahkan ke Polri untuk penyelidikan lebih lanjut," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Agararia dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkap asal usul status tanah pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Keberadaan tiang-tiang bambu sepanjang 30,16 kilometer itu belakangan menjadi polemik.
Menurutnya, semula status tanah itu berupa girik. Seiring berjalannya waktu, kepemilikan tanah berubah lewat program Pandaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Proses yang di Tangerang ini prosesnya adalah, dari girik menuju SHM (Sertifikat Hak Milik), dari SHM menuju SHGB, prosesnya itu menggunakan program PTSL," kata Nusron dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi II DPR, Kamis (30/1).
Sebagai informasi, girik merupakan bukti pembayaran pajak tanah di era kolonial sebelum BPN menerapkan sistem sertifikasi seperti saat ini.
"Rata-rata giriknya tahun 1982. Jadi ini tidak pemberian hak baru. Ini adalah konversi hak girik," kata Nusron.
Dia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022 Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, pihaknya hanya mengurusi HGB yang luasnya lebih dari 250 ribu meter persegi.
Sementara itu, SHGB dan SHM pagar laut Tangerang masuk kewenangan Kepala Kantor Pertanahan.
"Jadi kalau hak milik perorangan, tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 50 ribu meter, 5 hektare, dan tanah non-pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5 ribu meter, itu adalah kewenangan mutlak dari kantor pertanahan. Jadi dalam hak ini adalah kewenangan mutlak dari Kantor Pertanahan Tangerang," paparnya.
Adapun setelah hak girik dikonversi melalui program PTSL, tanah tersebut akan diperiksa oleh panitia adjudikasi. Panitia ini bertanggung jawab untuk memeriksa keabsahan girik, dan menentukan apakah wilayah itu bisa didaftarkan menjadi PTSL meski sudah berubah menjadi lautan.
Dalam kasus ini, jika ada penyalahgunaan tanah yang disertifikasi, maka menurut Nusron ini menjadi tanggung jawab panitia adjudikasi seluruhnya.
"Tapi kalau dia masuk program PTSL, yang paling bertanggung jawab adalah panitia adjudikasi," kata politisi Partai Golkar itu.