ERA.id - Polda Metro Jaya menyampaikan ada iming-iming uang yang diberikan kepada para peserta aksi yang berunjuk rasa di Jakarta pada pekan kemarin.
"Memberikan iming-iming imbalan uang dengan rentang nominal Rp62.500 hingga Rp200.000 bagi anak-anak dan dewasa yang mau hadir lakukan aksi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam saat jumpa pers di kantornya, Selasa (2/9).
Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan ini belum mau mengungkap sosok pemberi iming-iming tersebut. Dia hanya menyebut pendalaman masih dilakukan.
Dalam aksi unjuk rasa berujung kericuhan ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan enam orang sebagai tersangka penghasutan.
Keenam tersangka itu adalah Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen; admin Instagram @gejayanmemanggil, Syahdan Husein; influencer TikTok @fighaaaaa atau FL; staf Lokataru Foundation, Muzaffar Salim yang juga admin akun Instagram @blokpolitikpelajar; admin Instagram @aliansimahasiswapenggugat, KA; dan pemilik akun Instagram @reyhanarp, RAP.
Ade menuturkan penghasutan ini membuat sejumlah warga dan pelajar datang ke lokasi demonstrasi. Para pelaku membuat ajakan dalam flyer dan caption-caption dari media sosial. Kericuhan pun akhirnya terjadi akibat hasutan ini sehingga menyebabkan sejumlah fasilitas umum rusak, penyerangan terhadap aparat, hingga korban luka dan meninggal dunia.
"Kemudian penyidik menemukan bahwa tujuan isi flyer dan caption yang berupa hasutan kepada pelajar yang merupakan anak untuk jangan takut aksi, dan mengajak melawan bersama yang berujung pada terjadinya kerusuhan yang mengancam jiwa dan keselamatan anak," imbuhnya.
Polisi kemudian memaparkan peran dari keenam tersangka penghasutan ini. Kanit 2 Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Gilang Prasetya menjelaskan untuk peran FL yang merupakan influencer TikTok, yakni mengajak anak-anak atau pelajar untuk berunjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen. Ajakan itu dilakukannya ketika live TikTok.
"Dimulai dari tersangka FL, yang bersangkutan melakukan live beserta stitch di akun T. Di mana live tersebut mendapat afiliasi ataupun ter-repost sampai hingga 10 juta penonton. Sehingga itu yang mengakibatkan datangnya anak-anak. Karena kenapa? Karena akun TikTok lebih didominasi oleh anak-anak," ucap Gilang.
Penyidik kemudian melakukan pengembangan dari live TikTok FL. Polisi menemukan ajakan-ajakan berunjuk rasa di media sosial. Satu di antara hasutan itu adalah ajakan turun ke jalan dari akun Instagram @gejayanmemanggil, @lokataru_foundation, @blokpolitikpelajar, dan @aliansimahasiswapenggugat.
Delpedro sekaligus admin akun Instagram @lokataru_foundation berperan melakukan kolaborasi dengan akun Instagram lain untuk menyebarkan ajakan "jangan takut melakukan aksi dan lawan bareng".
Untuk peran Syahdan Husein, Muzaffar Salim, dan KA sama, yaitu melakukan kolaborasi dengan beberapa akun Instagram lain untuk melakukan perusakan melalui akun Instagram @blokpolitikpelajar, @gejayanmemanggil, dan @aliansimahasiswapenggugat.
Ratusan pelajar ikut dalam aksi pada 25 Agustus 2025. Polisi kemudian menangkap mereka semua, mendatanya, lalu memulangkannya. Aksi kemudian berlanjut pada 28 Agustus 2025.
Pelajar yang sebelumnya telah ditangkap ini kembali ikut berunjuk rasa pada 28 Agustus itu karena mendapat hasutan.
Polisi lalu mengecek handphone para pelajar yang ditangkap ini dan menemukan jika ada WhatsApp Group (WAG) berisi pembuatan molotov. Pengusutan dilakukan hingga akhirnya diketahui tutorial pembuatan molotov dilakukan oleh RAP.
"Yang mana melakukan tutorial dan dari hasil analisis digital forensik, kami menemukan bahwa yang bersangkutan juga sebagai koordinator untuk menempatkan titik-titik di mana bom Molotov bisa diambil. Jadi yang bersangkutan dijuluki Profesor R, yang bersangkutan melakukan koordinatif antara logistik-logistik yang berkaitan dengan alat-alat ataupun bahan-bahan Molotov," tutur Gilang.
Gilang mengatakan polisi masih mengusut kasus ini. Keenam pelaku ini dijerat Pasal 160 KUHP dan atau pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 UU ITE dan atau Pasal 76H juncto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.