ERA.id - Menteri Keshehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, kategorisasi pengendalian COVID-19 bukan untuk menilai kinerja suatu daerah.
Hal ini meluruskan paparan data yang disampaikan wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5).
"Indikator risiko ini, saya tegaskan, bukan, sekali lagi, bukan merupakan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten atau kota," ujar Budi dalam konferensi pers virtul, Jumat (28/5/2021).
Budi menjelaskan, kategorisasi tersebut merupakan indikator risiko berdasarkan pedoman terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), yang digunakan sebagai analisas internal di Kementerian Kesehatan dalam mengahadapi lonjakan kasus COVID-19 pascalibur Lebaran.
Adapun pendoman baru dari WHO itu, kata Budi, baru didiskusikan pihaknya sekitar empat pekan lalu. Itu pun, Kementerian Kesehatan masih terus mempelajari untuk penerapannya dan melakukan simulasi di sejumlah daerah.
"Terus terang saya juga baru mendiskusikan angka-angka atau pedoman umum ini sekitar empat minggu yang lalu, kita lagi mempelajari bagaimana penerapanya, apakah cocok atau tidak, dan kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah baik itu provinsi, kabupaten dan kota," kata Budi.
Budi juga menegaskan, indikator risiko yang digunakan Kemenkes secara internal itu untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana pemerintah harus merespons, serta kesiapan kapasitas respons masing-masing daerah.
"Kita sendiri masih mendalami apakah ada faktor-faktor lain yang perlu kita lihat berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk bisa memperbaiki respons atau intervensi kebijakan atau program yang bisa kita lakukan untuk mengatasi pandemi ini," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono memaparkan data mengenai kategorisasi pengendalian pandemi COVID-19 di daerah, saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis (27/5/2021).
Dari data tersebut, Dante menyebut memberikan nilai E kepada Provinsi DKI Jakarta untuk pengendalian pandemi COVID-19. Nilai tersebut berdasarkan tigkat bed occupancy rate (BOR) atau keterisian rumah sakit, laju penularan, dan penelurusan kasus atau tracing.
Meski begitu, Dante mengatakan, terdapat sejumlah daerah dengan nilai D dan C. Untuk daerah yang mendapat nilai C, artinya pengendalian COVID-19 di provinsi tersebut masih termasuk baik.
"Ada beberapa daerah yang mengalami masuk kategori D dan kategori E seperti DKI Jakarta. Tapi ada juga yang masih di C artinya tidak terlalu BOR dan pengendalian provinsi masih baik, begitu juga kualitas pelayanannya kami melihat masih banyak yang terkendali," kata Dante.
Berdasarkan data yang dibagikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi dengan transmisi atau penularan kasus dengan level 4 Artinya ada 150 kasus terkonfirmasi per 100 ribu penduduk yang dilaporkan setiap pekan.
Sedangkan kapasitas respons terhadap penerapan 3T (testing, tracing, treatment) ketika ditemukan adanya kasus terkonfirmasi Covid-19 dinilai masih terbatas.
Namun dari data tersebut, tidak ada provinsi yang mendapat nilai A. Paling tinggi adalah C. Sedangkan untuk kapasitas respon terhadap penerapan 3T, seluruh provinsi di Indonesia dinilai masih terbatas.