Pakar UGM soal Tragedi Kanjuruhan: Aparat Pakai Pendekatan Represif ke Suporter

| 05 Oct 2022 08:51
Pakar UGM soal Tragedi Kanjuruhan: Aparat Pakai Pendekatan Represif ke Suporter
Polisi menembakkan gas air mata ke arah suporter di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). (Antara)

ERA.id - Pakar pembangunan sosial dan kesejahteraan Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna, menyatakan aparat represif kepada suporter dalam kejadian di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang berujung pada tewasnya ratusan orang.

Ia menjelaskan, suporter sepak bola memiliki karakteristik tersendiri. Suporter sepak bola memilik karakter unik dan semangat fanatisme yang luar biasa.

Menurutnya, suporter rela mengeluarkan waktu, uang dan tenaga untuk mendukung tim kebanggaan mereka. Bahkan tidak jarang dari mereka harus menjual barang yang dimiliki agar dapat menonton tim kesayangannya berlaga.

“Bagi mereka, sepak bola adalah harga diri dan martabat daerah atau martabat bangsa,” ujar pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM ini, Selasa (4/10/2022) kemarin.

Menurut Hempri, memahami karakteristik suporter sepak bola seharusnya menjadi bahan untuk pola-pola pengasuhan, penanganan, atau pengamanan suporter.

Makanya pendekatan persuasif sudah semestinya harus diutamakan. “Kasus di Kanjuruhan menunjukkan justru pendekatan represif yang dikedepankan. Penggunaan pentungan, penggunaan gas air mata, yang sudah jelas dilarang FIFA ternyata justru masih digunakan," tuturnya.

Menurut Hempri, kasus di Kanjuruhan menjadi pelajaran berharga bagaimana dimensi sosial  suporter, seharusnya menjadi pertimbangan dalam menangani masalah.

Panitia pelaksana dan PSSI sudah saatnya tidak hanya sekadar mengejar keuntungan komersial dengan melupakan aspek-aspek sosial.

Ke depan, menurut dia, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian banyak pihak pemangku kepentingan sepak bola. Pertama, edukasi terhadap suporter dan pendekatan-pendekatan persuasif menjadi hal yang harus diutamakan.

Pemahaman terkait karakteristik, kultur dan sejarah historis antarsuporter seharusnya bisa menjadi acuan di dalam megamankan. "Detail pengamanan antar klub akan berbeda," kata dia.

Kedua, adanya perbaikan fasilitas infrastruktur pendukung, seperti membangun stadion ramah anak, stadion ramah perempuan, hingga stadion ramah lansia. "Hal-hal semacam itu perlu dilakukan dan harus dikedepankan," paparnya.

Rekomendasi