Kapolri Jelaskan Kronologi Tragedi Kanjuruhan Malang

| 07 Oct 2022 10:39
Kapolri Jelaskan Kronologi Tragedi Kanjuruhan Malang
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Antara)

ERA.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan kronologi tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim). 

Ketika itu, ada pertandingan Arema FC melawan Persebaya, Sabtu (01/10). Panitia pelaksana (panpel) Arema FC pun mengirimkan surat rekomendasi ke Polres Malang agar pertandingan itu dilakukan pukul 20.00 WIB. 

Polres Malang menanggapi surat itu dan mengirimkan surat balasan agar pertandingan kedua klub sepak bola itu dilakukan pukul 15.30 WIB dengan alasan keamanan. Namun, rekomendasi ini ditolak PT Liga Indonesia Baru (PT LIB). 

"Namun demikian permintaan ditolak PT LIB dengan alasan apabila waktunya bergeser, tentunya ada pertimbangan-pertimbangan terkait masalah penayangan langsung, ekonomi, dan sebagainya. Yang mengakibatkan dampak bisa memunculkan pinalti dan ganti rugi," kata Listyo saat konferensi pers di Malang, Jawa Timur (Jatim), Kamis (06/10/2022). 

Meskipun usulan itu ditolak, Polres Malang pun tetap melakukan persiapan pengamanan dan melaksanakan berbagai macam rapat koordinasi (rakor) dengan pihak terkait agar pertandingan itu berjalan dengan lancar. 

"Dari yang semua 1.073 personel menjadi 2.034 personel. Dan disepakati dalam rakor khusus untuk suporter yang hadir hanya dari suporter Aremania," katanya. 

Sigit menuturkan, pertandingan antara Arema melawan Persebaya dengan skor akhir 2-3 dan berjalan lancar mulai babak pertama hingga babak kedua pertandingan. 

"Proses pertandingan semuanya berjalan lancar namun di saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter ataupun penonton terkait dengan hasil yang ada. Sehingga seperti rekan- ketahui muncul beberapa penonton ataupun suporter yang kemudian masuk lapangan," katanya. 

Terkait dengan hal tersebut, kata dia, tentunya tim melakukan pengamanan khususnya terhadap official dan pemain Persebaya dengan menggunakan 4 unit kendaraan taktis barakuda. 

"Proses evakuasi berjalan cukup lama hampir 1 jam karena memang sempat terjadi kendala dan hambatan. Karena memang terjadi pengadangan namun demikian semuanya bisa berjalan lancar dan evakuasi pada saat itu dipimpin langsung oleh kapolres," ungkpanya. 

Di sisi lain, kata Sigit, pada saat bersamaan penonton semakin banyak yang turun ke lapangan sehingga pada saat itu beberapa anggota mulai melakukan kegiatan penggunaan kekuatan. Seperti menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC, Aldison Maria. 

Polisi Tembakan Gas Air Mata 

Akhirnya, kata Sigit, beberapa personel menembakan gas air mata ke beberapa lokasi di area Stadion Kanjuruhan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah penonton agar tidak turun ke lapangan. 

"Terdapat 1 personel yang menembakan gas air mata ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan. Tentulah ini yang mengakibatkan para penonton terutama yang ada di tribun yang ditembakkan tersebut panik terasa pedih dan kemudian berusaha untuk meninggalkan arena," katanya. 

Namun, penonton Aremania itu kesulitan keluar dari Stadion Kanjuruhan mulai dari pintu 3, 10, 11, 12, 13, dan 14. 

"Seharusnya 5 menit sebelum pertandingan berakhir maka seluruh pintu tersebut seharusnya dibuka. Saat itu pintu dibuka namun tidak sepenuhnya hanya berukuran kurang lebih satu setengah meter dan para penjaga pintu atau stewatch tidak berada di tempat," katanya. 

Padahal, kata Listyo, Steward seharusnya tetap berada di lokasi sampai seluruh penonton meninggalkan stadion. Hal ini sesuai dengan aturan pasal 21 terkait regulasi keselamatan dan keamanan PSSI. 

"Kemudian terdapat besi melintang setinggi kurang lebih 5 centimeter yang dapat mengakibatkan penonton atau suporter menjadi terhambat pada saat harus melewati pintu tersebut, apalagi kalau pintu tersebut dilewati oleh jumlah penonton dalam jumlah banyak," katanya. 

"Sehingga terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu-pintu tersebut hampir 20 menit nanti akan dijelaskan dan akan terlihat di CCTV," sambungnya. 

Dari situlah banyak muncul korban, kata dia, ada korban yang mengalami patah tulang, yang mengalami trauma di kepala torak, dan juga sebagaian besar yang meninggal mengalami afiksia (kondisi kadar oksigen di dalam tubuh berkurang).

Rekomendasi