Komisi Yudisial: DKI Jakarta Terbanyak Laporkan Dugaan Perilaku Hakim, Disusul Jatim dan Sumut

| 03 Nov 2022 19:15
Komisi Yudisial: DKI Jakarta Terbanyak Laporkan Dugaan Perilaku Hakim, Disusul Jatim dan Sumut
Wakil Ketua Komisi Yudisial M. Taufiq H.Z. (tengah) Kamis (3-10-2022). (ANTARA/Melalusa Susthira K.)

ERA.id - Komisi Yudisial (KY) telah menerima sebanyak 1.158 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim serta permohonan melakukan pemantauan persidangan dalam triwulan ketiga tahun 2022.

"Jumlahnya ada 1.158 laporan masyarakat dan 942 surat yang ditembuskan kepada KY sehingga totalnya 2.100," kata Wakil Ketua KY Taufiq HZ dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Kamis (3/11/2022).

Taufiq menjelaskan, kebanyakan laporan disampaikan melalui jasa pengiriman surat sebanyak 568 laporan. Kemudian ada 360 laporan yang disampaikan secara langsung ke Kantor KY dan 212 laporan yang disampaikan secara online melalui www.pelaporan.komisiyudisial.go.id, serta 18 laporan berupa informasi atas dugaan pelanggaran perilaku hakim.

Taufiq lebih lanjut merinci laporan masyarakat berdasarkan jenis perkara, yaitu didominasi masalah perdata. "Dilihat dari jenis perkaranya, masalah perdata masih mendominasi, yaitu 575 laporan. Untuk perkara pidana jumlahnya 299 laporan," jelas Taufiq.

Sementara itu, lanjut Taufiq, pengaduan terkait perkara tata usaha negara berjumlah 70 laporan, perkara agama berjumlah 63 laporan, tipikor berjumlah 44 laporan, perselisihan hubungan industrial berjumlah 33 laporan, niaga berjumlah 31 laporan, lingkungan berjumlah 7 laporan, militer berjumlah 4 laporan, dan 31 laporan lainnya.

Wakil Ketua KY menguraikan 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH yang masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Menurutnya, dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan. Paling banyak adalah DKI Jakarta 217 laporan, Jawa Timur 123 laporan, Sumatera Utara 112 laporan, Jawa Barat 97 laporan, Jawa Tengah 68 laporan, Kalimantan Timur 53 laporan, Sumatera Selatan 48 laporan, Riau 43 laporan, Banten 40 laporan, dan Sulawesi Selatan 37 laporan.

Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.

"Dari yang telah diverifikasi sejumlah 1.142 laporan dengan presentase 98,61 persen dari laporan yang diterima, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan untuk diregistrasi sebanyak 206 laporan. Yaitu laporan sebelum tahun 2022 sebanyak 59, dan tahun 2022 sebanyak 147," lanjut Taufiq.

Yang terbanyak dari laporan masyarakat tersebut adalah permohonan pemantauan, yaitu 367 laporan yang berasal dari 294 laporan masyarakat dan 73 pemantauan berdasarkan inisiatif KY. Pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.

"Beberapa kasus yang menarik perhatian publik kemudian dipantau oleh KY di antaranya kasus tipikor hakim I di PN Surabaya, kasus pencabulan yang dilakukan salah satu pondok pesantren HW di PN Bandung, sidang dugaan pencabulan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang dengan terdakwa MSAT, kasus penyiksaan oleh mantan Bupati Langkat, kasus pelanggaran HAM berat Paniai dan lainnya," jelas Wakil Ketua KY.

Berdasarkan hasil verifikasi, ada 196 laporan lainnya masih menunggu permohonan kelengkapan, 49 laporan bukan kewenangan KY, 153 laporan diteruskan ke instansi lain, dan laporan tidak dapat diterima ada 218 laporan. Ada juga laporan yang diteruskan ke bagian investigasi 12 laporan, serta masih proses verifikasi 16 laporan. Selanjutnya, laporan tersebut akan dilakukan analisis secara mendalam sebanyak 197 laporan.

Rekomendasi