ERA.id - Harapan Gubernur Papua Lukas Enembe untuk mendapatkan perawatan medis di Singapura pupus sudah seiring dengan aksi penangkapan yang dilakukan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya tidak berandai-andai kalau Pak Lukas ingin berobat ke Singapura," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Namun, menurut Firli, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi itu tidak perlu sampai mendapatkan perawatan di luar negeri, apalagi ke Singapura.
Dia menegaskan, tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit di Tanah Air, sudah cukup dan sangat memadai untuk memberikan perawatan medis kepada Lukas.
"Sampai hari ini saya masih meyakini bahwa kemampuan profesional dokter kita, fasilitas rumah sakit kita sudah cukup dan memadai," kata Firli.
Sebagai informasi, tim penyidik KPK menangkap Lukas Enembe di sebuah rumah makan di kawasan Kota Jayapura.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan awal di Mako Brimob Polda Papua sebelum dibawa ke Jakarta. Dalam perjalanannya, mereka sempat transit di Manado.
Di Manado, tim KPK membawa satu dokter dan satu perawat serta sejumlah alat-alat kesehatan untuk mendampingi Lukus Enembe.
Setibanya di Jakarta, Lukas langung di bawa ke RSPAD Gatoto Soebroto untuk pemeriksaan kesehatan. Hasilnya, dia harus dirawat sementara waktu.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikir mengatakan, hal tersebut dilakukan karena pihaknya ingin memastikan kondisi kesehatan Lukas, sekaligus memenuhi hak asasinya sebagai tersangka.
"Kammi tetap ingin menjunjung hak asasi manusia, hak-hak kesehatan dari tersangka dan prosedur hukum juga harus kami lakukan," kata Ali.
Untuk diketahui, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.
Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah. Hanya saja, Lukas ditahan karena dia mengaku sakit. Bahkan, Firli Bahuri bersama tim independen pernah menyambanginya di Jayapura, Papua.