ERA.id - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menginstruksikan platform e-Commerce untuk memberikan data penjual pakaian bekas impor skala besar, agar bisa segera ditindaklanjuti oleh aparat keamanan negara.
“Mereka sudah oke cuma setiap e-Commerce berbeda-beda regulasinya. Misalnya google, mereka harus ada complain dulu, tapi BliBli itu sudah ada sistem internal jadi tidak mungkin mereka, setiap mau masuk dikurasi dulu produknya. Yang penting komitmennya,” kata Menkop UKM Teten saat konferensi pers usai Rapat Koordinasi Penanganan Konten dan Penjualan Impor Pakaian Bekas Ilegal Melalui e-Commerce, Market Place, Social Commerce, dan Media Sosial, di Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (6/4/2023).
Pakaian bekas yang dijual di platform e-Commerce dan social commerce, katanya pula, bahkan dijual dalam skala besar yang dikemas dalam bentuk ball press. Sejumlah foto produk yang dipajang pun menunjukkan foto gudang yang mengindikasikan bahwa penjual tersebut bukan penjual eceran.
"Dia nunjukin gudang pakaian bekasnya yang ball press itu yang sama yang kita sita di Cikarang itu. Saya minta Baresksrim dan Bea Cukai, ini yang harus diambil datanya," ujarnya lagi.
Pembatasan penjualan pakaian bekas impor di e-Commerce dan social commerce, disebutnya, mengalami tantangan karena para penjual memiliki sejumlah modus, mulai dari mengganti nama produk, mengganti kata kunci produk hingga mengganti foto produk.
Namun, seluruh pihak yang terlibat dalam rapat koordinasi tersebut sepakat untuk saling bekerja sama memberantas penjualan pakaian bekas impor baik dari hulu maupun hilir.
Menteri Teten juga menegaskan bahwa penjualan pakaian bekas yang semakin marak terutama di e-Commerce, berdampak terhadap penjualan produsen pakaian lokal yang menurun drastis.
Salah satunya, seperti yang diutarakan langsung oleh Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung kepada dirinya yang mengaku produksi selama Ramadhan dan Idul Fitri sangat sepi. Padahal, biasanya pengusaha konveksi tidak lagi menerima pesanan sejak tiga bulan sebelum Lebaran,
“Yang paling memukul memang dalam dua tahun terakhir ini justru penjualan pakaian bekas di e-Commerce, social commerce. Sebelumnya, penjualan pakaian bekas ini masih di offline, orang belinya juga masih diam-diam, sembunyi-sembunyi ketika ini sudah masuk ke social commerce, e-Commerce, ini sudah jadi lifestyle dan dan terang-terangan sehingga itu yang paling berdampak,” kata Teten.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Bidang Logistik IDEA (Indonesian e-Commerce Association) Even Alex Chandra menuturkan bahwa asosiasi e-Commerce Indonesia senantiasa berkoordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga termasuk kepolisian untuk melakukan menurunkan penjualan produk pakaian bekas impor.
“Kami telah melakukan penurunan puluhan ribu iklan-iklan baju bekas impor yang ilegal. Kami juga selalu berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Informatika, dan kementerian yang lain termasuk kepolisian untuk melakukan tindakan koordinasi secara bersama-sama agar seluruh produk-produk yang ilegal ini bisa segera diselesaikan permasalahannya,” katanya pula.