MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol: Pemohon Tidak Serius

| 28 Jun 2023 17:15
MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol: Pemohon Tidak Serius
Ketua MK, Anwar Usman. (Antara)

ERA.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima dua gugatan judicial review atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol), terkait masa jabatan ketua umum (ketum) parpol.

Pertama, gugatan yang terdaftar pada Rabu 21 Juni 2023, diajukan oleh dua orang bernama Eliadi Hulu warga Nias, Sumatera Utara dan Saiful Salim warga asal Mantrijeron, Yogyakarta. Dikuasakan terhadap Leonardo Siahaan.

Dalam gugatannya, para pemohon mempermasalahkan masa jabatan ketum parpol yang selama ini tidak diatur dalam undang-undang. Menurut pemohon masa jabatan itu perlu diatur.

"Demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin (ketua umum) partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," sebagaimana alasan yang tertuang dalam permohonan, diunduh lewat situs resmi MK, Rabu (28/6/2023).

Pemohon juga menyampaikan sejumlah alasan lainnya apabila masa jabatan ketum parpol tak diatur dalam perundang-undangan. Diantaranya yaitu masa jabatan yang tidak diatur akan menciptakan keotoritarian dan dinasti dalam parpol.

Selain itu, menyebabkan kerusakan sistem demokrasi internal dan penyalahgunaan kekuasaan terhadap anggota parpol apabila masa jabatan ketum parpol tidak diatur.

"Dengan uraian yang disampaikan maka sudah sepatut dan sewajarnya apabila kekuasaan sebagai pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya untuk menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan termasuk menghindari terbentuknya kekuasaan mutlak di tubuh partai politik pada sosok atau kelompok tertentu saja."

Adapun gugatan kedua dilayangkan oleh Muhammad Helmi Fahrozi, E. Ramos Petege, dan Leonardus O. Magai.

Namun, dalam sidang perdana perkara Perkara Nomor 53/PUU-XXI/2023 itu ditolak MK.

"Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam amar putusannya, dikutip lewat website MK, Rabu (28/6).

Alasannya, majelis hakim menggap para penggugat tidak serius karena tidak menjalankan perbaikan sebagaimana dimintakan.

"Dalam persidangan tersebut, pada pokoknya majelis hakim memberikan nasihat kepada para pemohon terkait dengan permohonan a quo dan menyampaikan kepada para pemohon mengenai batas waktu penyampaian perbaikan permohonan," kata Hakim MK Saldi Isra.

"Namun, hingga batas waktu maksimal yang ditentukan tersebut, para pemohon tidak menyerahkan perbaikan permohonan a quo,” tambah Saldi.

Padahal, Mahkamah telah menjadwalkan sidang Pemeriksaan Pendahuluan (II) pada hari Senin, tanggal 12 Juni 2023 untuk memeriksa perbaikan permohonan dan mengesahkan alat bukti sebagaimana diminta.

Akan tetapi, hingga persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, para pemohon tidak hadir.

Alasannya, kuasa para Pemohon menyampaikan kepada Juru Panggil Mahkamah. Bahwa ada kendala teknis, yaitu beberapa berkas dari Papua belum tiba sehingga para Pemohon tidak dapat menghadiri persidangan dan meminta kepada Mahkamah agar permohonan tersebut digugurkan.

Walaupun sebenarnya, terhadap fakta hukum tersebut, sesuai ketentuan hukum acara, semestinya permohonan tersebut masih tetap dapat dilanjutkan. Karena Mahkamah dapat menggunakan permohonan awal.

"Namun, karena adanya permintaan dari para pemohon untuk menggugurkan permohonan a quo, Mahkamah menilai para pemohon tidak serius dalam mengajukan permohonan a quo," ucapnya.

Oleh karenanya, permohonan para Pemohon tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Sehingga perkara ini tidak dilanjutkan dengan putusan menolak permohonan gugatan.

"Permohonan para pemohon tidak dapat diterima, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum para Pemohon dan pokok permohonan," katanya.

Rekomendasi