ERA.id - Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo mengatakan pimpinan KPK harus kooperatif untuk menghadirkan Ketua KPK Firli Bahuri dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya sebagai saksi kasus dugaan pemerasan di Kementerian Pertanian.
"Pimpinan KPK bukan hanya menyampaikan ketidakhadiran Firli kemarin, Jumat (20/10), tetapi juga harus kooperatif menghadirkan Firli Bahuri ke Polda Metro Jaya, Selasa (24/10) besok, agar jangan mangkir lagi," kata Yudi, Senin (23/10/2023).
Menurut Yudi, pimpinan KPK bertanggung jawab untuk membawa dan memastikan Firli hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya dan diperiksa sebagai saksi dalam dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Absensi Firli Bahuri pada panggilan pertama menjadi insiden memalukan bagi lembaga antirasuah tersebut. "Insiden mangkirnya Ketua KPK Firli Bahuri pada Jumat lalu sangat memalukan muruah KPK sebagai lembaga penegak hukum, yang seharusnya patuh hukum," tegasnya.
Apalagi, lanjut Yudi, yang menyampaikan alasan ketidakhadiran Firli memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya adalah pimpinan KPK. Oleh karena itu, pimpinan harus kooperatif menghadirkan Firli di Polda Metro Jaya pada pemeriksaan hari Selasa.
"Kalau pimpinan KPK ingin datang juga untuk menemani sebagai solidaritas, ya, silakan saja; tapi Firli datang, wajib," tegas Yudi.
Pemengaruh antikorupsi di media sosial itu mengingatkan bahwa pemanggilan kedua Firli sebagai saksi telah disampaikan Polda Metro Jaya, baik melalui surat panggilan maupun diumumkan ke publik. "Jadi, tidak ada alasan lagi untuk mangkir pemanggilan sebagai saksi," imbuhnya.
Belajar dari pengalaman saat menjadi penyidik KPK, Yudi mengatakan bahwa saat mengusut kasus korupsi di suatu lembaga negara, lembaga tersebut harus bersikap kooperatif menghadirkan saksi-saksi dari internal yang dipanggil oleh penyidik.
"Maka, KPK pun harus seperti itu," kata anggota Satgassus Pencegahan Korupsi Polri itu.
Yudi juga mengingatkan bahwa siapa pun yang berusaha merintangi upaya penyidikan polisi bisa dikenakan pidana sesuai Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun.
"Oleh karena itulah, diharapkan semua pihak kooperatif agar penuntasan kasus ini cepat tuntas sebagai bagian upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Yudi Purnomo.