ERA.id - Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu, menjatuhkan vonis masing-masing dua tahun penjara kepada empat terdakwa yang merupakan petinggi perusahaan farmasi PT Afi Farma dalam kasus obat sirup mengandung etilen glikol.
Selain pidana penjara, hakim juga menghukum para terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Perusahaan farmasi PT Afi Farma dituding memproduksi obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) melebihi ambang batas aman atau 0,1 mg/ml, yang kemudian mengakibatkan sejumlah anak yang mengonsumsi obat sirop itu mengalami gagal ginjal.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memproduksi atau memanfaatkan sebagaimana dalam dakwaan pertama dan menjatuhkan pidana masing-masing dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan jika tidak dibayar diganti kurungan tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Boedi Haryantho saat membacakan amar putusan di PN Kota Kediri dikutip dari Antara, Jumat (3/11/2023).
Dalam sidang itu, Ketua Majelis Hakim Boedi Haryantho didampingi dua anggotanya, yakni Agung Kusumo Nugroho dan Ira Rosalin.
Empat orang terdakwa juga hadir secara langsung di persidangan, yakni Direktur Utama PT Afi Farma Arief Prasetya Harahap, Manajer Pengawasan Mutu PT Afi Farma Nony Satya Anugrah, Manajer Quality Insurance PT Afi Farma Aynarwati Suwito, dan Manajer Produksi pada perusahaan yang sama Istikhomah.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada para terdakwa untuk memutuskan apakah menerima atau banding dengan putusan tersebut.
Vonis majelis hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Arief Prasetya Harahap dengan pidana penjara sembilan tahun. Sementara tiga terdakwa lainnya dituntut lebih ringan, yakni tujuh tahun penjara. Keempatnya juga dituntut membayar denda Rp1 miliar atau subsider enam bulan kurungan.
Sementara itu, tim penasihat hukum terdakwa Arief Prasetya Harahap, yakni Muh Samsul Hidayat menghormati putusan majelis hakim dan menyatakan masih pikir-pikir dengan vonis tersebut untuk upaya hukum banding.
Sebagai tim penasihat hukum, Samsul menyebut tindak pidana ini adalah tindak pidana korporasi karena dilakukan oleh perusahaan farmasi yang berbentuk perseroan dan bukan sendiri-sendiri oleh terdakwa.
"Direktur, manajer tidak mungkin memproduksi obat secara sendiri tanpa ada perizinan. Untuk perizinan juga yang mengeluarkan bukan terdakwa, melainkan PT Afi Farma, sehingga kami berpendapat kejahatan ini sebenarnya dilakukan korporasi bukan perseorangan," katanya.
Samsul pun mengaku tidak puas dengan hasil sidang yang telah berlangsung. Tim kuasa hukum berpendapat dan tetap memegang teguh pembelaan bahwa ini kejahatan korporasi sehingga seharusnya kliennya dibebaskan.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Sigit Artantodjati mengatakan pihaknya juga masih pikir-pikir dengan vonis yang diputuskan majelis hakim tersebut.
"Kalau kami kan ada yang memberatkannya, yakni korbannya anak-anak, efeknya sangat besar. Kami masih pikir-pikir," katanya.
Dalam perkara tersebut, para terdakwa melanggar Pasal 196 jo Pasal 98 ayat 2 dan 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal ini yang terbukti sehingga majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan penjara.