ERA.id - Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo mengemuka dalam sepekan terakhir. Isu pemakzulan menggelinding dari wacana usulan Hak Angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) dari Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu.
Sebabnya adalah MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
"Mengajukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Kita tegak lurus terhadap konstitusi kita," tegas Masinton dalam rapat paripurna DPR, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Lalu bila jadi dimakzulkan, apakah Wapres Ma'ruf Amin bakal naik tahta jadi Presiden?
Pengamat politik dari Formappi Lucius Karus hal tersebut bisa saja terjadi.
"Ya begitu, tapi apa ini beneran?" katanya kepada wartawan.
Menurutnya tak mudah dari usulan Hak Angket menuju kepada pemakzulan.
"Kan enggak gampang dan singkat juga tuh angketnya berjalan. Bisa-bisa baru keluar pas masa jabatan Pak Jokowi selesai," katanya.
Hal senada juga disampaikan pengamat politik lainnya Ujang Komaruddin. Ia melihat bakal terjadi pertarungan politik apabila DPR jadi mengusulkan Hak Angket.
"Karena saya lihat eee pengusul langkah-langkah itu pasti juga akan diserang balik, yang akan dikerjain," katanya.
Ia juga menilai posisi politik Jokowi masih kuat di parlemen, sehingga isu pemakzulan bakal menguap dengan sendirinya.
"Jokowi masih kuat jadi agak berat masih melihatnya seperti ituApalagi Kiai Ma'ruf jadi presiden itu masih jauh saya melihatnya begitu," ucapnya.
Sementara itu, politikus PDIP Masionton Pasaribu hanya menjawab singkat soal Wapres Ma'ruf Amin yang bakal naik tahta menjadi presiden bila Jokowi dimakzulkan.
"Iya siap," katanya.
Sementara, pemakzulan presiden secara tegas telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu. Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
Adapun Pasal 7A dan 7B UUD 1945, secara lengkap berbunyi: "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."