ERA.id - Gugatan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto bersama 7 kepala daerah lainnya ke Mahkamah Konstitusi soal Pasal 201 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada (UU Pilkada) menuai sorotan dari berbagai pihak.
Pengamat Politik dan Kebijakan Yusfitriadi, gugatan Bima Arya dan 7 kepala daerah lainnya soal Pasal 201 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada (UU Pilkada), karena mereka masih betah memimpin sebagai kepala daerah.
"Buktinya mereka mengajukan uji materi ketika menjelang akhir masa jabatannya," ujar Yusfitriadi, Senin (20/11/2023).
Yusfitriadi mengungkapkan, uji materi ke MK adalah hak konstitusi. Siapapun yang merasa sebuah pasal bertentangan dengan undang-undang lain, atau bertentangan dengan prinsip keadilan, maka mempunyai hak menguji materi pasal tersebut ke MK.
"Bagi saya langkah Bima dan kawan-kawannya yang mengajukan uji materi tersebut sudah benar," ucap Yusfitriadi.
Ketiga, lanjut Yusfitriadi Undang-undang banyak pasal yang tidak sinkron. Perubahan undang-undang pilkada dengan pelaksanaan serentak, tentu berumplikasi pada masa jabatan.
Contohnya jabatan yang dilantik tahun 2019 itu, namun tidak disinkronkan dengan undang-undang yang lain yang masih mencantumkan pasal masa jabatan pemerintahan daerag selama lima tahun.
"Ini berakibat fatal dan rawan menimbulkan gugatan, walaupun saya dulu dan kawan-kawan ketika undang-undang pilkada nomor 10 tahun 2016 disahkan, sudah mengakibatkan sinkronisasi tersebut," ucap Yus.
Namun ada kejanggalan, UU Pilkada sudah disahkan sejak tahun 2016, namun mengapa Bima dan kawan-kawan baru mengajukan uji materi saat ini.
Selama ini mereka bagaimana memaknai undang-undang tersebut. Sehingga pengajuan uji materi ke MK tersebut beraroma politis dengan "masih betah" menjadi kepala daerah. Buktinya mereka mengajukan uji materi ketika menjelang akhir masa jabatannya.
Menjadi preseden baik, walaupun terlambat pengajuan uji materi tersebut dan apapun motif dari pengaju, maka saya melihatnya itu langkan baik, karena dengan uji materi tersebut akan memberi kepastian hukum dan menjadi preseden bagi bagi jabatan kepala daerah yang lain.
"Misalnya yang pilkadanya tahun 2020 seperti kota depok. Pada akhirnya jika memang benar pasal pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 bertentangan dengan UUD 45 maka tidak ada alasan MK tidak mengabulkan gugatan tersebut, karena tidak mungkin dalam waktu dekat UUD 45 diamandemen," tandas Yusfitriadi.