ERA.id - Acara 'Silaturahmi Desa Bersatu' di Stadion GBK, Jakarta, Minggu (19/11) silam, menjadi polemik setelah viral video MC diduga mengampanyekan pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran, pada Pilpres 2024.
Dalam sebuah video pendek yang dilihat ERA, dalam acara 'Silaturahmi Desa Bersatu' tersebut, pembawa acara menuding peserta yang hadir sudah menyatukan dukungan untuk memilih Prabowo-Gibran.
Merespons polemik ini, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, tak ada yang mengajak peserta dalam acara 'Silaturahmi Desa Bersatu' untuk memilih Prabowo-Gibran.
Timnya sudah memantau langsung acara tersebut dan hasilnya tak ada ajakan memilih Prabowo-Gibran.
"Kami yang jelas pada saat itu, ini pertanyaan teman-teman banyak loh. Enggak ada Bawaslu, kata siapa enggak ada. Ini videonya ada, kami ada di situ. Pertama, di sana ada ajakan (memilih) enggak? Laporan dari pengawas yang ada, tidak ada ajakan memilih," ujar Bagja di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin.
Meski begitu, Bagja berencana akan mencermati lagi laporan termasuk video dari tim pengawas pemilu yang langsung mengawasi jalannya acara Desa Bersatu tersebut.
Bagja mengingatkan kalau Bawaslu mesti hati-hati karena pelibatan aparat dan kepala desa dilarang dalam tim kampanye, sesuai Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Di sana tertulis, larangan aparat dan kepala desa dalam tim kampanye dan sanksi atas larangan tersebut adalah pidana.
Namun, kata dia, kendalanya, ketentuan tersebut berlaku pada masa kampanye yang baru dimulai 28 November 2023 mendatang.
"Itu jelas dalam UU. Ingat, larangan kampanye Pasal 280. Kampanye ya. Sekarang sudah kampanye atau tidak? Belum kan, jadi harus hati-hati. Ketika kemudian masuk kepada masa kampanye, maka tindakannya adalah dugaan, misalnya dugaan tindak pidana pemilu karena masuk dalam larangan kampanye," jelas Bagja.
"Tentu saja silakan memilih, tetapi tidak boleh kemudian kepala desa diorganisir untuk memiliki paslon tertentu, tidak boleh. Apalagi ketika kampanye nanti, kepala desa punya ngumpulin warganya untuk milih seseorang, enggak boleh, itu pidana," pungkas Bagja.