ERA.id - Dewas KPK menjelaskan, putusan memberikan sanksi etik berat kepada Firli Bahuri sudah dengan berbagai pertimbangan.
Katanya, yang memberatkan dalam putusan ini karena Firli tidak mengakui perbuatannya.
"Terperiksa tidak hadir dalam persidangan kode etik dan kode perilaku tanpa alasan yang sah, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut. Serta terdapat kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean di gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).
Hal memberatkan lainnya adalah Firli tidak bisa menjadi contoh dan teladan dalam mengimplementasikan kode etik dan perilaku di KPK.
Selain itu, juga karena tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) ini pernah dijatuhi sanksi kode etik sebelumnya. Sementara untuk hal yang meringankan, Tumpak bilang tidak ada.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ucap Tumpak.
Diketahui, Firli sendiri ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan oleh kepolisian dan dijerat Pasal 12e atau 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas perkara Firli ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Beberapa waktu lalu, Firli mengajukan mundur sebagai Ketua KPK.