Jokowi Diduga Cawe-cawe di Pilpres 2024, TKN Ingatkan Soal Ancaman Pemakzulan

| 25 Jan 2024 20:15
Jokowi Diduga Cawe-cawe di Pilpres 2024, TKN Ingatkan Soal Ancaman Pemakzulan
Jokowi Diduga Cawe-cawe di Pilpres 2024, TKN Ingatkan Soal Ancaman Pemakzulan (Gabriella Thesa/ ERA)

ERA.id - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud buka suara perihal pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut pejabat publik, termasuk kepala negara boleh memihak dan berkampanye pada pemilihan umum (pemilu).

Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai, pernyataan Jokowi dapat dinilai melanggar sumpahnya sebagai presiden saat dilantik pada 20 Oktober 2019. Hal itu bahkan bisa menguatkan alasan pemakzulan.

"Kalau Presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela. Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," ujar Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).

Todung menjelaskan, dalam Pasal 9 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 seorang presiden disumpah untuk melaksanakan konstiusi. Kemudian, dalam Pasal 7a UUD 1945 menetapkan alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya.

Pemakzulan dapat diajukan apabil seorang terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.

Lalu dalam Pasal 7b UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan DPR RI kepada MPR RI, dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Nantinya, MK diminta untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR RI bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak.

"Kalau dikaitkan dengan pasal pemakzulan, baik itu dalam UU MK, kita ketahui selama ini kalau kita ini ingin menyimpulkan itu sebagai perbuatan tercela, ya maka ini bisa diidentikkan sebagai alasan seperti yang saya katakan tadi. Ini ditulis Pasal 7a UUD 1945," ucapnya.

Selain itu, pernyataan Presiden Jokowi juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk pengingkaran terhadap sifat-sifat netral yang melekat pada diri presiden, yang juga bertindak sebagai kepala negara.

Todung mengingatkan, presiden harus berada di atas semua kelompok, di atas semua golongan, di atas semua suku, agama, dan partai politik.

"Ketika seseorang dipilih sebagai presiden, maka kesetiaannya menjadi kesetiaan terhadap negara, terhadap rakyat, tanpa membeda-bedakan mereka. Ini saya kasih satu hal yang sangat prinsipil yah yang harus dimiliki, karena itu melekat pada diri presiden dan kepala negara," kata Todung.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi merespons sorotan publik terhadap keikutsertaan sejumlah menterinya di Kabinet Indonesia Maju sebagai tim sukses salah satu pasangan calon pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut Jokowi, setiap pejabat publik juga merupakan pejabat politik, termasuk presiden. Mereka boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu selama tidak menggunakan fasilitas negara.

"Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri, sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, presiden tuh boleh lho memihak," tegas Jokowi di Terminal Selatan, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1) pagi.

Mantan wali kota Solo itu bahkan memberi sinyal terbuka untuk turun kampanye. Hanya saja dia enggan berterus terang apakah pernyataannya itu menandakan keberpihakan terhadap paslon tertentu.

Hal itu disampaikan Jokowi dihadapan Menteri Pertahanan yang juga Capres nomor urut dua, Prabowo Subianto. Adapun Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapresnya.

Rekomendasi