ERA.id - Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia (Satgas PPKS UI) Manneke Budiman menanggapi soal sanksi skors satu semester terhadap Ketua non-aktif BEM UI, Melki Sedek Huang imbas kasus kekerasan seksual. Ia menjelaskan kewenangan rektor dan universitas memang diatur hanya sampai ranah administratif atau akademis, dan bukan pidana.
"Cek Permendikbud momor 30 Tahun 2020. Pidana adalah inisiatif korban," kata Manneke kepada ERA saat dihubungi lewat pesan singkat, Jumat (2/2/2024).
Ia menambahkan jika korban ingin kasus ini naik ke ranah pidana, maka ia pastikan Satgas atau pun Universitas akan mendampingi. Tapi tentunya tidak bisa dipaksa atau berjalan sendiri.
"Nantinya aparat akan pakai Undang-undang Pidana Kekerasan Seksual, bukan Permendikbud," katanya.
Saat ditanya apakah ada mediasi agar kasus ini berhenti hanya sampai sanksi skors, ia menegaskan Satgas dilarang mem buat kesepakatan atau mediasi apapun. Ia menegaskan kasus ini bukan berhenti tapi tuntas sesuai dengan kewenangan Universitas dengan dasar hukum Permendikbud.
"Kasus bukan berhenti. Kasus tuntas. Baik Satgas dan Rektor sudah melaksanakan tugas sesuai Permendikbud. Kasus disebut berhenti atau dihentikan jika korban cabut laporan," katanya.
Sebelumnya, etua non-aktif BEM UI, Melki Sedek Huang dikenakan sanksi berupa skors satu semester imbas tuduhan kekerasan seksual oleh Universitas Indonesia (UI). Pihak kampus menyatakan Melki bersalah atas kasus tersebut.
Pemberian sanksi terhadap Melki Sedek itu tertuang dalam surat Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 tentang Penetapan Sanksi Administratif terhadap Pelaku Kekerasan Seksual. Surat keputusan itu berlaku mulai 29 Januari 2024.
"Bahwa saudara Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000 terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI," demikian bunyi surat keputusan Rektor Universitas Indonesia (UI), dikutip Rabu (31/1/2024).