ERA.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pemerintah siap menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 kapanpun. Keputusan itu tinggal tergantung sikap DPR RI.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2024 tetap sesuai jadwal, yaitu pada November mendatang. Namun, dalam revisi UU Pilkada, sempat muncul wacana memajukan pelaksanaan pilkada pada September 2024.
"Kalau mau dilaksanakan di bulan September, kita siap pemerintah. Kalau mau dilaksanakan bulan November juga kita siap, enggak masalah," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Pemerintah, kata Tito, hanya menunggu langkah dari DPR RI. Sebab menurutnya, partai-partai politik lah yang berkepentingan untuk mengikuti Pilkada serentak.
Sedangkan pemerintah hanya bertugas sebagai pelaksana pesta demokrasi saja.
"Silahkan, kita mendengarkan bagaimana pendapat para partai-partai yang mau berkontestasi, silahkan. Yang berkontestasi kan bukan pemerintah, partai yang berkontestasi. Mungkin mereka hitung untung ruginya," ucapnya.
Menurutnya, apabila DPR RI tak mengundang pemerintah untuk membahas revisi UU Pilkada dalam masa sidang ini, maka pelaksanannya tetap digelar di bulan November 2024.
Sebab, sudah tak ada waktu lagi jika dibahas pada masa sidang mendatang. Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menurutnya tak mau mengambil risiko memajukan jadwal pilkada.
"Kalau dalam masa sidang ini enggak dibahas, ya enggak ada waktu lagi. Menurut saya, KPU enggak akan ambil risiko untuk (melaksanakan pilkada) September. Terlalu pendek waktunya, dia pasti akan (melaksanakan pilkada) pada November," kata mantan kapolri itu.
Di sisi lain, Tito menilai, MK tak pernah membuat putusan bahwa Pilkada serentak 2024 harus dilaksanakan pada 27 November mendatang.
Menurutnya, putusan MK terkait jadwal pilkada merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.
"Ini bersifat open legal policy. Open legal policy itu apa? Tidak ada batu uji di dalam UUD 45 yang menyatakan tentang tanggal Pilkada. Itu diserahkan kembali kepada pembuat undang-undang. Apakah itu mau di September (atau November)," kata Tito.
Oleh karena itu, dia mengembalikan tindak lanjut atas putusan MK itu kepada DPR RI selaku pembentuk undang-undang. Sebab, revisi UU Pilkada merupakan inisiatif parlemen.
"Ya, kalau tidak dibahas, berarti mereka sepakat November. Kita ikut-ikut aja, fine-fine aja," pungkasnya.