KPK: Dugaan Pemerasan di Rutan Terjadi Sejak 2019, Ada yang Berperan Sebagai 'Lurah'

| 15 Mar 2024 21:35
KPK: Dugaan Pemerasan di Rutan Terjadi Sejak 2019, Ada yang Berperan Sebagai 'Lurah'
Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu. (Antara)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, dugaan pemerasan di rumah tahanan (Rutan) KPK mulai terjadi sejak 2019. Saat itu, Deden Rochendi (DR) menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan (Karutan).

Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengatakan, pada tahun 2019, Deden bertemu dengan beberapa petugas rutan, yakni Hengki (HK), Muhammad Ridwan (MR), Ramadhan Ubaidillah A (RUA), dan Ricky Rachmawanto (RR). Pertemuan itu terjadi di sebuah kafe sekitar Tebet, Jakarta Selatan.

“Diadakan pertemuan yang diikuti DR yang saat itu menjabat Plt Kepala Cabang Rutan, HK, MR, RUA, dan RR dalam rangka menunjuk dan memerintah MR sebagai 'lurah' di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MHA sebagai 'lurah' di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih, dan SH sebagai 'lurah' di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).

Asep mengungkapkan, pada 2020 terjadi pergantian komposisi personel 'lurah' diantaranya Wardoyo, Muhammad Abduh, Ricky dan Ramadhan. Adapun posisi 'lurah' bertugas mengumpulkan uang pungutan liar dari para tahanan. 

Namun, para 'lurah' tidak menarik langsung duit tersebut satu per satu ke para tahanan. Melainkan dikumpulkan melalui koordinator tahanan atau korting.

"Penunjukan Korting ini adalah inisiatif dari HK (Hengki) yang dilanjutkan lagi oleh AF (Achmad Fauzi) saat menjabat selaku Kepala Rutan Cabang KPK definitif ditahun 2022," ungkap Asep.

Asep menjelaskan, modus penarikan uang ini bertujuan agar para tahanan mendapat fasilitas eksklusif selama berada di rutan. Diantaranya, yakni berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak.

“Sedangkan bagi para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor, diberikan perlakuan yang tidak nyaman, diantaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga serta mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak,” ungkap Asep.

Adapun besaran uang pungli yang diserahkan para tahanan beragam, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp20 juta. Penyerahannya dilakukan secara tunai maupun lewat rekening bank penampung yang dikendalikan oleh 'lurah' dan korting. 

Selanjutnya, uang ini dibagikan dengan nominal yang beragam. Achamd Fauzi dan Ristanta masing-masing mendapat uang sebesar Rp10 juta, sedangkan komandan hingga petugas biasa mendapat Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

“Dalam rentang waktu 2019-2023, jumlah uang yang diterima HK dkk sejumlah sekitar Rp6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya,” jelas Asep.

Saat ini, KPK sudah menahan Achmad Fauzi dan 14 tersangka lainnya. Atas perbuatannya, mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Rekomendasi