ERA.id - Suara kuasa hukum kubu Anies-Muhaimin (AMIN), Bambang Widjojanto sempat meninggi terhadap Guru Besar Ilmu Komputer Indonesia Universitas Bina Darma, Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang lanjutan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Adapun Marsudi Wahyu Kisworo merupakan ahli yang dihadirkan oleh pihak termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Momen itu bermula ketika Marsudi mengatakan, hasil penghitungan suara yang dipublikasi oleh Jaga Pemilu tidak jauh berbeda dengan Sirekap KPU. Padahal, dia menyebut, Jaga Pemilu melakukan validasi data terlebih dulu secara manual, sedangkan Sirekap dilakukan secara otomatis oleh sistem.
"Jaga Pemilu ini sangat akurat datanya. Kenapa? Karena selain menggunakan OCR juga divalidasi oleh manusia. Tapi ketika kita lihat hasilnya tadi, ternyata tidak jauh dengan Sirekap setelah selesai diperhitungan manual," kata Marsudi.
Merespons hal itu, Bambang meminta agar Marsudi membuka kembali slide bahan paparannya. Sebab, menurut dia, keterangan yang disampaikan ahli tidak comparable.
"Di slide nya ahli, itu tidak comparable, Sirekap KPU itu sudah 88 persen, Jaga Pemilu hanya 50 persen, bagaimana bisa ahli membandingkan itu sudah comparable? Keahlian apa yang bisa menyatakan itu? Coba dibuka," ujar Bambang.
Marsudi lantas ingin langsung menjawab pertanyaan Bambang. Namun, mantan Pimpinan KPK ini menolak dan tetap bersikukuh ingin melihat bahan paparan Marsudi.
"Saya jawab saja, saya tahu," kata Marsudi.
"No, no, kita buka dulu pak, jangan sok tahu pak! Kita buka dulu," tegas Bambang.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra pun langsung menengahi situasi tersebut.
"Pak BW (Bambang Widjojanto) sabar, ke sini semua, silakan coba dibuka slide ahli," ujar Saldi.
Setelah slide yang diminta Bambang akhirnya ditampilkan, Marsudi menjelaskan, data dalam Jaga Pemilu memang tidak sampai 100 persen. Sebab, jika data sudah lebih dari 50 persen, maka tidak diwajibkan untuk selesai 100 persen.
"Pak BW, ini data yang saya ambil per hari ini, per hari ini kan Kawal Pemilu selesai di sana, karena mereka kan relawan semua, mereka tidak dibayar sehingga katanya tidak 100 persen," jelas Marsudi.
"Kemudian kalau data sudah lebih 50 persen tidak akan ada banyak pengaruhnya pada hasil, jadi statistik saja menunjukkan sampel dari kita cukup, kita cukup gunakan 2.200 saja erornya sudah diatas 200 persen," sambungnya.
"Jangan comparable seolah-olah sudah 100 persen ahli," kata Bambang.
"Cukup, cukup, biarkan MK yang menilai," timpal Saldi.