ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan terkait dugaan rasuah pengadaan bantuan sosial (bansos) presiden yang dibagikan saat pandemi Covid-19. Lembaga antikorupsi ini memastikan, tidak ada intervensi apatun dalam pengusutan kasus tersebut.
“Tidak ada intervensi di perkara bansos, ya, yang sedang ditangani,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan yang dikutip pada Minggu (4/8/2024).
Tessa menjelaskan, pengusutan kasus ini dilakukan berdasarkan satu surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang menetapkan seorang tersangka. “Dan kami masih mencari alat bukti dari pihak-pihak terkait,” tegas dia.
Selain itu, sambung dia, dalam kasus ini, tim penyidik juga sudah melakukan penggeledahan. Namun, Tessa tak memerinci lokasinya. Dia hanya menyebut, ada tiga rumah pribadi dan dua kantor yang digeledah penyidik.
Tessa mengungkapkan, dari upaya paksa tersebut, penyidik menemukan dan menyita dokumen-dokumen dan dua buah handphone. “Tanggal 23 Juli sampai dengan 26 Juli itu kan ada penggeledahan untuk perkara tersebut di tiga rumah pribadi dan dua kantor yang lokasinya di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang Selatan,” ungkap dia.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan, total nilai proyek bansos presiden mencapai Rp900 miliar. Proses pengadaan yang dikorupsi terdiri dari tiga tahap, yakni tahap 3, 5, dan 6.
Akibat korupsi tersebut, diduga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp250 miliar. Namun, jumlah ini masih bisa berubah seiring proses penyidikan.
Adapun bantuan itu dikemas dalam goodiebag berwarna merah putih dengan logo Istana Kepresidenan. Isinya berbagai macam sembako, seperti beras, minyak goreng, dan biskuit. Bantuan ini diketahui sempat dibagikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan satu orang sebagai tersangka, yaitu Direktur Utama Mitra Eergi Persada, Ivo Wongkaren (IW).
Ivo Wongkaren juga menjadi salah satu terpidana dalam perkara korupsi pendistribusian bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial (Kemensos) yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia dijatuhi hukuman 8 tahun 6 bulan penjara. Dia juga disanksi denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan penjara.