ERA.id - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, menilai Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin belum menjalankan fungsinya sebagai mediator dalam perselisihan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dia menganggap peran Ma'ruf belum hadir dalam menjembatani polemik yang terjadi antara PKB dengan PBNU hingga Muktamar VI PKB di Nusa Dua, Bali rampung.
"Kalau Pak Kiai Ma'ru Amin mau menjadi mediator, yang harusnya dilakukan adalah paling tidak mempertemukan pihak yang berkepentingan," kata Idil, Selasa 27 Agustus 2024.
Ma'ruf yang pernah menjadi Rais Aam PBNU sebelumnya mengaku bersedia menjadi penengah konflik PKB-PBNU. Ia ingin mencari solusi demi kepentingan bersama dengan dorongan mendamaikan sesuatu merupakan perintah agama.
Namun, kata dia, belum ada tindakan konkret yang dilakukan Ma'ruf untuk menjadi juru damai meredakan panasnya hubungan PKB dengan PBNU hingga saat ini.
"Sejauh ini dalam Muktamar belum terungkap ada pemecahan masalah, apa yang dilakukan Pak Ma'ruf belum bisa dikatakan berhasil untuk mendamaikan, belum ada upaya konkret," katanya.
Lebih jauh, Idil memandang dilematis jabatan yang baru diberikan ke Ma'ruf sebagai Ketua Dewan Syura PKB hasil Muktamar Bali. Itu karena, lanjut dia, diemban Ma'ruf di tengah penyelesaian konflik PKB-PBNU.
"Posisi itu (Dewan Syura) dilematis juga, karena Pak Ma'ruf tidak bisa berpihak ke salah satu," kata Idil.
Meski demikian, ada peluang karena jabatan baru Ma'ruf itu bisa lebih diterima menjadi juru damai baik dari pihak PKB maupun PBNU.
"Ada upaya pendekatan PKB untuk memberikan ruang pada Ma'ruf Amin untuk menghubungkan dengan NU/PBNU. Ia ditempatkan sebagai Dewan Syura. Mungkin dari situ akan ada dampak konkret yang bisa dilakukan Pak Ma'ruf untuk menjadi mediator," tuturnya.
Di satu sisi, lanjut dia, konflik PBNU-PKB seharusnya segera diselesaikan. Perselisihan yang berlarut-larut dapat membuat dampak negatif antara pihak yang bersitegang, sekaligus memunculkan kegelisahan warga Nahdliyin.
Idil menilai perlunya juru damai selain Ma'ruf agar upaya nyata mendamaikan segera terwujud. Menurutnya, kiai-kiai Nahdlatul Ulama (NU) yang dihormai Nahdliyin lainnya bisa terlibat atau dilibatkan dalam kerangka menyelesaikan persoalan ini.
"Ma'ruf Amin hanya salah satu alternatif," ujarnya.
"Jadi perlu alternatif lain, katakan kiai lain yang dihormati di PKB dan PBNU bisa diajak," sambung Idil.
Sebelumnya, Wapres Ma'ruf Amin mengaku siap menjadi duru damai konflik antara PBNU dan PKB. Eks Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu ingin adanya mediasi dari kedua belah pihak yang berselisih.
Menurut Ma'ruf, mendamaikan dua pihak yang berselisih merupakan perintah agama. Hal itu juga didasari Ma'ruf yang merasa bertanggungjawab sebagai pendiri PKB dan sempat aktif di PBNU.
Namun, Ma'ruf menegaskan akan mengurungkan niatnya menjadi juru damai konflik PKB-PBNU jika salah satu pihak menjadikannya 'peluru' untuk menyerang satu sama lain.
"Tapi kalau hanya nyari peluru, untuk menghantam yang satu, hanya minta dari saya tapi digunakan untuk peluru, untuk menghantam yang lain, saya tidak bersedia,” kata Ma'ruf dalam keterangan tertulis, Rabu 7 Agustus 2024.
Tak lama selepas adanya keinginan itu, Ma'ruf mewakili Presiden Joko Widodo menghadiri Muktamar VI PKB di Nusa Dua, Bali yang berlangsung pada 24-25 Agustus 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Ma'ruf diangkat menjadi Ketua Dewan Syura PKB periode 2024-2029 hasil Muktamar PKB Bali. Hingga Muktamar Bali selesai, Ma'ruf belum memperlihatkan upayanya menjadi penengah konflik PKB-PBNU.