Soroti Tren Dokter Influencer, IDI Beri Peringatan Keras: Harus Berbasis Bukti Ilmiah

| 10 Oct 2024 21:10
Soroti Tren Dokter Influencer, IDI Beri Peringatan Keras: Harus Berbasis Bukti Ilmiah
IDI soal dokter influencer (Antara)

ERA.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Mohammad Adib Khumaidi, mengingatkan kepada semua dokter influencer untuk menyebarkan informasi kesehatan kepada masyarakat sesuai fakta yang berbasis bukti ilmiah. 

"Sesuaikan dengan keilmuan yang dimiliki jangan kemudian membuat sebuah pernyataan yang di luar dari hal-hal yang berkaitan dengan evidence-based (berbasis bukti ilmiah)," kata Adib, dikutip Antara, Kamis (10/10/2024).

Adib lantas menyoroti tren pembuat konten dengan latar belakang ilmu dan profesi kedokteran atau dokter influencer. Di mana dalam pekerjaannya itu, mereka berperan dalam menyebarkan informasi terkait kesehatan kepada masyarakat luas.

Konten-konten mereka juga disebut mampu mendorong masyarakat untuk mencari informasi lebih dalam mengenai isu-isu kesehatan.

Namun, Adib menegaskan bahwa referensi serta bukti ilmiah tetap diutamakan dalam menyampaikan informasi kesehatan sehingga kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

"Referensi di dalam kedokteran jelas, evidence-based harus tetap dikedepankan, sehingga apa yang kita sampaikan memang berdasarkan pemahaman dan pengetahuan yang kita dapatkan yang sudah ada di satu referensi medis," tegasnya.  

Diketahui, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik (Karokomyanlik) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan memilih menjadi influencer dengan latar belakang lulusan Ilmu Kedokteran adalah pilihan.

Menurutnya, justru dokter yang menjadi influencer memiliki dampak yang juga besar kepada masyarakat, utamanya untuk mengedukasi. Ia menjelaskan, lulusan kedokteran memiliki kompetensi untuk memberikan pengobatan, mengambil tindakan atas suatu kesimpulan pemeriksaan, sehingga akan menjadi influencer yang lebih berbobot, bila memilih profesi tersebut.

Namun Siti mengatakan, etika dalam menggunakan media sosial harus diperhatikan. Kebebasan berekspresi, menurutnya, juga memiliki batasan pada koridor-koridor tertentu. Hal ini perlu diterapkan agar tidak menyinggung apa lagi menyakiti pihak lain.

Rekomendasi