ERA.id - Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) mengubah pasal terkait penangkapan. Dalam Pasal 88 disebutkan bahwa penangkapan dilakukan berdasarkan minimal dua alat bukti.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, aturan tersebut dirumuskan untuk menghindari subjektivitas penyidik. Sebab, dalam KUHAP lama, hanya perlu satu alat bukti untuk menangkap seseorang.
"Kan kita musti lebih tegas, lebih terukur hukum ini. Kalau misalnya alat bukti yang cukup, ini cukup menurut siapa? Selama ini kan bisa saja menurut hanya menurut subjektifitas si penyidik," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Dia menjelaskan, dua alat bukti yang dimaksud antara lain keterangan saksi dan barang bukti seperti surat. Komisi III DPR mengklaim usulan ini sebgai langkah yang progresif.
Politisi Partai Gerindra itu menekankan, perubahan pasal tersebut sekaligus menghindari pengkapan subjektif.
"Menurut saya itu sangat-sangat progresif, jadi kita lebih maju. Meminimalisir semaksimal mungkin penangkapan yang subjektif," kata Habiburokhman.
"Dalam konteks penahanan kan juga teman-teman lihat penahanan itu kan, kita meminimalisir penahanan yang subjektif," sambungnya.
Dengan rencana aturan baru itu, diharapkan tidak lagi terjadi aparat penegak hukum salah tangkap karena kekurangan alat bukti.
"Sehingga ke depan tuh enggak gampang lah, orang enggak ada salah ditangkap, nanti ternyata enggak terbukti," kata Habiburokhman.
"Nanti orang enggak ada salah, ditahan nanti enggak terbukti. Kasihan sudah berapa tahun menjalani proses," pungkasnya.