ERA.id - Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan langkah mitigasi untuk menghadapi kebijakab tarif impor Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia.
Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi PCO, Noudhy Valdryno mengatakan, langkah mitigasi ini sudah dipersiapkan sejak hari pertama Prabowo dilantik sebagai presiden.
"Dalam menghadapi tantangan global termasuk kebijakan tarif baru Amerika Serikat, Presiden Prabowo menunjukan ketajaman melihat dinamika geopolitik. Pemahaman mendalam tentang hubungan internasional dan perdagangan global menjadi kekuatan utama dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).
Dia mengatakan, Prabowo menyiapkan tiga gebrakan. Diantaranya yaitu memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri.
Terkait dengan perluasan mitra dagang, menurutnya, hal ini ditunjukan dengan Indonesia mengajukan Indonesia dalam keanggotaan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
"Langkah ini semakin memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional," kata Noudhy.
Dia mengungkapkan, keanggotaan Indonesia di BRICS memperkuat berbagai perjanjian dagang multilateral. Dibuktikan dengan penandatanganan perjanjian seperti Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan 10 negara ASEAN dan
Australia, RRT, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Perjanjian itu mencakup 27 persen perdagangan global, serta akses ke Organisai Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang mencakup 64 persen perdagangan global. Serta beberapa pernjanjian dagang lainnya CP-TPP, IEU-CEPA, dan I-EAEU CEPA.
Selain itu, Indonesia juga memiliki perjanjian dagang bilateral dengan Korea, Jepang, Australia, Pakistan, Uni Emirat Arab, Iran, Chile, dan negara lainnya.
"Ini semakin memperkokoh daya sayang Indonesia di pasar internasional," kata Noudhy.
Kedua, Prabowo mempercepat hilirisasi SDA. Suksesi kebijakan ini diklaim ada di sektor nikel.
Menurutnya, nilai ekspor nikel dan turunnya mencapai 3,7 miliar dolar AS pada tahun 2014, lalu melonjak menjadi 34,3 miliar pada 2022.
Selain itu, Prabowo juga telah meluncurkan BPI Danantara pada 24 Februari lalu. Badan pengelola investasi tersebut dirancang untuk mempercepat hilirisasi sejumlah SDA strategis di Indonesia.
Melalui BPI Danantara, proyek hilirisasi seperti mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan tidak hanya dikelola saja, tetapi juga didanai.
"Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan daya saing ekspor, tetapi juga tidak lagi bergantung pada investasi asing serta mampu menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan," ucapnya.
Jurus terkakhir yang dilakukan Prabowo untuk menghadapi trif impor baru AS yaitu memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri.
Noudhy mengatakan, gebrakan ketiga ini bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat melalui program-program yang langsung menyentuh masyarakat. Termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG),
"Salah satu program unggulan Presiden Prabowo adalah program MBG yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025," katanya.
Selain itu, Prabowo juga akan segera mendirkan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang bertujuan untuk memperkuat ekonomi desa, membuka jutaan lapangan kerja baru, dan mendorong perpuatan di daerah.
"Upaya ini bukan hanya meningkatkan tujuh konsumsi dalam negeri, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat perekonomian domestik," katanya,.
Dia mengatakan, program-program tersebut akan mendongkrak konsumsi rumah tangga yang mencakup 54 persen dari PDB Indonesia.
Menurutnya, program tersebut sangat berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan memperkuat hubungan dagang internasional, mengoptimalkan potensi sumber daya alam, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri, Presiden Prabowo membuktikan bahwa Indonesia dapat tetap tumbuh meskipun di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian," pungkasnya.