ERA.id - Sebuah pesan dikirimkan dari kantor lembaga antirasuah. KPK mengaku sudah mengindentifikasi sejumlah titik rawan korupsi dari pengelolaan dana jumbo untuk penanganan pandemi Covid-19.
Ada empat --hasil monitoring KPK-- bidang yang paling berpotensi 'disunat' dananya. Mulai dari pengadaan barang/jasa, hibah kepada Satgas Covid-19 atau pemerintah daerah, realokasi APBN/APBD dan penyaluran bantuan sosial.
"Pertama, terkait pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ). Ada potensi terjadi kolusi, 'mark-up' harga, 'kickback', konflik kepentingan dan kecurangan," beber Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat menyampaikan Kinerja KPK Semester I 2020 bersama dengan 3 pimpinan KPK lain yaitu Firli Bahuri, Nawawai Pomolango dan Nurul Ghufron.
KPK bergerak cepat untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana. Lembaga ini merilis Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 tanggal 2 April 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa (PBJ) Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 Terkait Pencegahan Korupsi, sebagai rambu-rambu dan panduan bagi pelaksana.
"Kedua, KPK juga mengidentifikasi potensi kerawanan pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan atau hibah dari masyarakat ataupun swasta yang diberikan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/pemda," ujar Lili di Gedung KPK Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Untuk yang ini, KPK telah menerbitkan Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 Tanggal 14 April 2020. Surat itu ditujukan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/pemda tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat.
"Ketiga pada alokasi sumber dana dan belanja serta pemanfaatan anggaran dalam proses refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD," ungkap Lili.
Keempat pada penyelenggaraan bantuan sosial (Social Safety Net) oleh pemerintah pusat dan daerah.
"KPK mengidentifikasi titik rawan pemberian bantuan sosial ini ada di pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan," imbuh Lili seperti dilansir dari Antara.
Untuk itu, KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor. 11 Tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat.
KPK juga telah meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu JAGA Bansos untuk merespon keluhan penyaluran bansos yang dinilai tidak tepat sasaran.
"Fitur baru ini juga menyediakan informasi tentang bansos selain sebagai medium bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan penyimpangan atau penyalahgunaan bansos di lapangan," ungkap Lili.
Sejak diluncurkan pada 29 Mei 2020, hingga 7 Agustus 2020 JAGA Bansos menerima total 894 keluhan terkait penyaluran bansos di 243 pemda terdiri dari 224 pemerintah kabupaten/kota dan 19 pemerintah provinsi.
Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar yaitu berjumlah 369 laporan.
"Keluhan tersebut telah kami teruskan kepada pemda dan kementerian/lembaga terkait untuk ditindaklanjuti. Tercatat 375 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda, 207 laporan masih dalam proses tindak lanjut," tutur Lili.