ERA.id - Partai Gelora bentukan mantan Ketua DPR RI Fahri Hamzah memilih mendukung Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Padahal para pimpinan Partai Gelora dulunya dikenal keras mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai strategi Partai Gelora yang merapat ke kubu pemerintah hanya sekedar supaya dikenal publik. Mengingat Partai Gelora masih baru terbentuk.
"Saya pikir strategi Gelora masuk ke pemerintahan merupakan langkah oportunis untuk bisa dikenal publik lebih luas," kata Wasisto saat dihubungi, Senin (21/9/2020).
Meskipun memiliki sejumlah nama yang sudah dikenal, seperti Fahri Hamzah dan Anis Matta, namun itu belum bisa menjadi jaminan Partai Gelora bakal dikenal oleh publik. Selain itu, menurut Wasisto langkah politik Fahri Hamzah dan Partai Gelora itu merupakan strategi politik untuk mendapatkan atensi dan akses terhadap kekuasaan. Sebab, terlalu beresiko jika langsung menempatkan diri sebagai oposisi.
"Sebagai partai baru yang belum ikut pemilu, sangat riskan sekiranya kalau langsung beroposisi dengan kekuatan politik yang sudah mapan," katanya.
Meski demikian, Wasisto menilai Pertai Gelora masih meraba peta politik yang ada. Kalau pun menjadi oposisi, menurutnya, Partai Gelora beresiko mendapat serangan balik dari para pendukung Fahri dan Anis.
"Andaikan masih beroposisi, Gelora juga masih riskan mendapat serangan politik balik karena belum masuk pemerintahan," ucapnya.
Sebelumnya, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ikut menentukan sikap di Pilkada 2020 ini. Dengan mantap partai pecahan PKS ini mantap mendukung anak dan menantu Presiden Joko Widodo, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Untuk diketahui Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa akan berlaga di Pilkada Solo. Semantara Bobby bersama Aulia Rachman akan bertarung di Pilkada Medan.
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengungkapkan alasan partainya mendukung Gibran dan Bobby di Pilkada 2020 karena dilandasi pada dinamika politik di daerah masing-masing.
"Itu dinamika politik daerah," kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/9/2020).
Menurut Anis Matta, majunya Gibran dan Bobby dalam Pilkada 2020 tidak berkaitan dengan keinginan Jokowi untuk membangun dinasti politik di daerah. Dia menilai setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mengikuti pemilihan secara langsung di Pilkada sesuai aturan yang berlaku.
"Kalau jabatannya 'diwariskan' tanpa pemilihan langsung oleh rakyat baru bisa disebut dinasti," pungkas Anis Matta.