ERA.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengaku pihaknya atau pun kelompok buruh lainnya belum mendapatkan draf Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah selesai dirapikan. Sejak rapat paripurna pada 5 Oktober lalu, publik memang kesulitan mengakses naskah final UU Cipta Kerja karena keberadannya masih simpang siur.
"Kita belum terima ini draf yang sudah disahkan, yang benar-benar asli, yang bisa diakses katanya hari ini, tapi kita belum dapatkan," kata Said dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10/2020).
Meski demikian, KSPI akan terlebih dahulu menunggu draf asli Undang-undang Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI sebelum memutuskan mengambil tindakan. Said memaparkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan jika draf asli sudah didapatkan, yaitu mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi, aksi seperti unjuk rasa, atau gabungan antara JR dan unjuk rasa.
"Untuk yang kali ini kita tunggu benar-benar drafnya itu asli. Hingga kita bisa tentukan apakah opsi JR sambil juga tetap ada opsi aksi, atau tetap aksi baru JR, atau secara bersamaan (JR dan aksi) semua mungkin saja," ucapnya.
Said menjelaskan, setelah mendapatkan draf asli UU Cipta Kerja, pihaknya akan langsung membandingkan aturan tersebut dengan UU Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2003. Setelah itu dilakukan sosialisasi kepada para buruh. Sosialisasi ini bertujuan untuk menghindari tuduhan hoaks atau disinformasi ketika kelompok buruh menyampaikan tuntutannya.
"Bagaimana Menteri Ketenagakerjaan dan Menko Perekonomian bilang hoaks kalau enggak ada pembanding," kata Siad.
Lebih lanjut, Said menekankan, jika kelompok buruh kembali melalukan aksi unjuk rasa sangat bisa dipastikan aksi tersebut terukur, terarah, dan di bawah komanda konstitusi organisasi.
"Aksi ini tanpa kekerasan, aksi itu sudah terpatri di pimpinan-pimpinan buruh kami yang terlibat di 32 federasi dan konfederasi," tegasnya.