ERA.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Sebab, kelompok buruh masih berkomitmen menolak UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.
"Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," ucap Said Iqbal melalui keterangan tertulis, Kamis (15/10/2020).
Said mengatakan, ada dugaan kelompok buruh hanya digunakan sebagai stempel atau alat legitimasi saja, terlebih jika pemerintah kejar tayang dalam pembuatan aturan turunannya. Hal ini sekaligus menyinggung sikap DPR RI yang sempat menjanjikan buruh akan dilibatkan dalam pembahasan, tetapi masukan buruh tidak terakomodir. Para buruh pun merasa dikhianati.
"Padahal kami sudah menyerahkan draf sandingan usulan buruh, tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir," katanya.
Said menambahkan, tidak benar 80 persen usulan buruh telah diadopsi ke dalam UU Cipta Kerja. Karena itu, kata Said, aksi penolakan UU Cipta Kerja oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang.
Buruh, kata Said, akan mengambil empat langkah terhadap UU Cipta Kerja. Pertama, akan menyiapkan aksi lanjutan secara terarah dan konstitusional di daerah maupun aksi secara nasional. Kedua, serikat pekerja akan menyiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Berikutnya, akan meminta legislatif review ke DPR RI dan eksekutif review ke pemerintah.
"Keempat, akan melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh," kata Said.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah menggandeng masyarakat, terutama kelompok buruh, dalam membahas aturan turunan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut Puan, hal itu harus dilakukan untuk membuat aturan rinci yang jelas dan dapat diterima semua pihak.
"Kami mendorong pemerintah untuk menggandeng berbagai kelompok pekerja agar terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Keterlibatan pekerja dibutuhkan untuk memerinci UU Cipta Kerja," kata Puan, Kamis (8/10/2020).
Puan menegaskan, DPR RI akan mengawal untuk memastikan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Aturan turunan yang harus dibahas bersama buruh di antaranya adalah tentang pengupahan, tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, tentang pekerja asing, serta tentang hubungan kerja dan waktu kerja.
"DPR RI akan mengawal untuk memastikan aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua," ujar Puan.