ERA.id - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menjawab sejumlah tudingan soal perubahan pasal dalam klaster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Tudingan tersebut muncul karena adanya perubahan halaman selama proses penyuntingan draf final UU Cipta Kerja.
Untuk diketahui, draf UU Cipta Kerja yang disahkan saat Rapat Paripurna 5 Oktober lalu setebal 905 halaman. Kemudian, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyebut draf final sebelum diubah format memiliki 1.035 halaman. Draf yang paling final setelah diubah format kertas menjadi legal paper berkurang menjadi 812 halaman.
Supratman memastikan tidak ada substansi yang berubah, khususnya pada pasal yang mengatur soal hak istirahat dan cuti, upah, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hanya saja, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dikembalikan ke undang-undang eksisting, yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sesuai dengan keputusan panitia kerja (Panja).
"Terkait dengan klaster ketenagakerjaan, terkait dengan ayat yang di pasal 79 dan pasal 88A dan juga pasal 154 sebenarnya itu tidak mengubah substansi, karena itu keputusan Panja mengembalikan kepada undang-undang eksisting," ujar Supratman dalam konferensi pers di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Sedangkan untuk pasal 154 tentang PHK, Supratman juga mengatakan dikembalikan ke undang-undang eksisting, sekaligus penyederhanaan pasal 161 hingga pasal 172 di UU 13/2003 ke dalam pasal 154 UU Cipta Kerja.
"Saat dilakukan editing di dalam itu ternyata disimplifikasi, nah akhirnya kita kembalikan ke posisinya bahwa semua ketentuan pasal 161 sampai dengan pasal 172 itu dicantumkan di dalam pasal 154 UU Cipta Kerja," papar Supratman.
Selain itu, Supratman juga menjelaskan soal pasal 79 terkait hak libur dan cuti juga tidak ada perubahan dari draf yang disahkan saat rapat paripurna 5 Oktober lalu. Dia mengatakan, pasal 79 hanya dikembalikan sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pasal 79, itu terkait dengan pasal ayat 1, ayat 2, ayat 3 itu juga adalah hasil keputusan MK. Nah itu yang kita kembalikan semua," tegas politisi Gerindra itu.
Sekali lagi Supratman memastikan selama proses penyempurnaan draf UU Cipta Kerja tidak ada satu pun pasal yang mengalami perubahan substansi. Karena semuanya telah dibahas secara detail dan teliti.
"Kami membaca satu per satu terhadap materi muatan yang diputuskan di dalam rapat paripurna, kemudian kami kembalikan kepada kesekjenan sesuai dengan draf yang terakhir disampaikan oleh Pak Azis," katanya.
Penambahan Ayat di Sejumlah Pasal Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja
Berdasarkan catatan yang dihimpun Era.id, tedapat penambahan ayat dalam pasal-pasal yang dijelaskan oleh Supratman. Misalnya, di pasal 79, di draf final versi 812 halaman terdapat 6 ayat, sementara dalam draf versi 905 yang diparipurnakan hanya mencantumkan 5 ayat saja.
Adapun dalam ayat tambahan itu ketentuan lebih lanjut soal cuti dan waktu istirahat akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
"(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah," tulis beleid pasal 79 dalam draf versi 812 halaman.
Sedangkan di pasal 88A, terdapat tiga ayat tambahan yang mengatur soal pengenaan denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah dan buruh/pekerja yang melakukan pelanggaran. Tiga ayat tersebut, yaitu:
(6) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
(7) Pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
(8) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh dalam pembayaran upah.
Sebelumnya, tiga ayat tersebut tidak tercantum dalam draf UU Cipta Kerja versi 905 halaman.