ERA.id - Naskah Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang saat ini berada di tangan pemerintah kembali mengalami jumlah halaman menjadi 1.187 halaman. Sementara naskah yang diserahkan DPR RI kepada pemerintah tempo hari 'cuma' setebal 812 halaman.
Perbedaan jumlah halaman ini diketahui saat pemerintah yang diwakili Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menyerahkan naskah UU Cipta Kerja kepada Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah pada Rabu (21/10/2020).
Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan naskah final UU Cipta Kerja dari pemerintah itu belum ditandatangani Presiden Joko Widodo, tapi sudah tedapat logo resmi pada halaman pertama naskah tersebut. Dia menambahkan, saat menerima naskah final UU Cipta Kerja itu tidak ada penjelasan apa pun dari Pratikno terkait jumlah halaman.
Terkait hal tersebut, Pratikno mengatakan itu hanya masalah perbedaan format kertas yang memang digunakan sebelum ditandatangi presiden untuk diundangakan.
"Sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan," kata Pratikno kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).
Namun Pratikno menegaskan tidak ada perubahan substansi antara naskah yang diserahkan DPR RI dan naskah yang ada saat ini.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," tegas Pratikno.
Berdasarkan penelusuran ERA.id, memang terdapat perubahan format. Naskah UU Cipta Kerja 1.187 halaman terlihat lebih rapi dibandingkan dengan naskah 812 halaman.
Namun, terdapat satu pasal yang hilang dari naskah UU Cipta Kerja 812 halaman dengan naskah 1.187 halaman. Adapun pasal yang hilang adalah Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 46
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).
(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah Pusat dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.
(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:
a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;
b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;
c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;
d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;
e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan
f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Selain menghilngnya Pasal 46, era.id juga menemukan perubahan bab terkait Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Dalam naskah 812 halaman, hal ini ada di bawah Bab VIA, dan disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.
Namun, dalam naskah 1.187 halaman, Bab VIA berubah menjadi Ban VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII.