ERA.id - Tim relawan dari berbagai gabungan organisasi mendatangi satu per satu rumah yang ada di Dukuh Setabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Mereka menyusuri satu per satu rumah untuk menjemput warga yang akan berangkat mengungsi ke Tempat Penampungan Pengungsi Sementara (TPPS).
Satu per satu rumah didatangi oleh relawan. Para relawan ini mengajak para ibu hamil, anak-anak dan lansia untuk turut serta mengungsi. Biasanya anak-anak cenderung lebih mudah diajak, sebab di TPPS mereka memiliki banyak teman untuk bermain. Para ibu juga cenderung lebih mudah karena mereka menjaga anaknya. Namun yang paling sulit diajak adalah lansia.
Para lansia biasanya sudah terbiasa dengan erupsi. Sehingga mereka tidak terburu-buru mengungsi dan memilih untuk tetap di rumahnya. Untuk membujuk para lansia ini, biasanya perangkat desa mendatangi satu per satu rumahnya. Meski terkadang tetap sulit untuk membawa mereka berpindah sejenak ke TPPS.
Salah satunya Narto Pawiro (90) warga dukuh Stabelan, desa Tlogolele, kecamatan Selo. Narto tidak mau turun untuk mengungsi karena memang dia merasa belum saatnya. Lelaki ini hidup sebatang kara dan selama ini bertahan dengan bekerja sebagai pengrajin atap dari ijuk.
"Kulo ten mriki riyin (saya disini dulu). Dereng wayahe mudun (belum saatnya turun)," ucap Narto saat didatangi para perangkat desa.
Dia memilih bertahan di rumahnya yang hanya berukuran 5x5 meter. Di dalam bangunan rumah tersebut hanya ada satu lincak (tempat tidur dari bambu) dan satu tungku masak saja. Di sebelah tempat tidur bergantung beberapa helai baju.
"Kulo ngertos nek mangkih diparingi maem kaliyan obat (saya tahu kalau nanti dapat makan dan obat-obatan). Ning kulo pilih mboten ngungsi mawon, dereng wayahe (tapi saya pilih tidak mengungsi saja, belum saatnya)," kata Narto.
Narto merupakan lansia tertua di dukuh Setabelan. Dirinya sudah merasa terbiasa dengan erupsi di Gunung Merapi. Sehingga dia merasa tidak terburu-buru untuk mengungsi.
Namun pihak perangkat desa dan beberapa relawan bersikukuh agar Narto bisa mengungsi segera. Apalagi saat ini dirinya sebatang kara. Lelaki ini tidak memiliki anak dan istrinya sudah beberapa tahun meninggal dunia. Narto memang dianggap paling susah dibujuk. Semua perangkat desa sudah didatangkan untuk membujuknya.
"Memang dia yang sejauh ini paling susah dibujuk. Dia selama ini hidup sebatang kara, tidak punya anak dan istri," ucap Kadus Setabelan Maryanto.
Seluruh perangkat, termasuk kepolisian sudah dilibatkan untuk membujuk Narto agar bersedia mengungsi. Namun sayang, bujukan itu belum juga membuahkan hasil.
"Kemarin semua orang sudah membujuknya. Tapi hasilnya ya sama saja. Padahal kami kasihan, beliau orang paling tua di Dukuh ini," ucapnya.
Kanitbinmas Polsek Selo Supriyadi mengatakan sejauh ini memang banyak ditemui kendala saat mengevakuasi warga. Biasanya mereka enggan pergi karena masih merasa mempunyai tanggung jawab pekerjaan. Selain itu mereka sudah terbiasa dengan erupsi merasa tidak nyaman di pengungsian.
"Kalau keadaan gunungnya belum genting biasanya kami masih membiarkan. Kami hanya meminta agar mereka lebih waspada dan jangan tidur terlalu nyenyak di malam hari. Tapi kalau keadaan sudah memburuk, kami evakuasi paksa," ucapnya.