ERA.id - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusomo mengungkapkan perasaan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto usai mendapat kabar tertangkapnya Edhy Prabowo atas kasus suap ekspor benih lobster atau benur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 November lalu.
Hashim yang juga adik kandung Prabowo mengatakan sang kakak merasa kecewa dan dikhianati oleh Edhy yang saat tertangkap masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia lantas mengutip kata-kata Prabowo yang menyebut bahwa Edhy adalah anak yang diangkat dari selokan 25 tahun lalu.
"Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa, merasa dikhianati. Dia sangat kecewa dengan anak yang dia angkat dari selokan 25 tahun lalu. Dia (Prabowo) bilang 'I take him up form the gutter, and this is what he does to me'," ujar Hashim kepada wartawan di kawasan Jakarta Utara, Jumat (4/12/2020).
Lebih lanjut, Hashim menegaskan bahwa perusahaan PT Bima Sakti Mutiara milik keluarga Djojohadikusomo maupun Prabowo Subianto tidak ada kaitannya dengan kasus suap ekspor benur. Hashim mengaku sangat dirugikan dengan adanya PT Aero Citra Kargo (ACK) yang bergerak sebagai operator kargo ekspor benur, karena menyebabkan nama perusahaannya ikut terseret.
Dia menjelaskan, perusahaannya sudah lama berbisnis di bidang kelautan yang tidak hanya menjual lobster saja, tapi juga tripang hingga kepiting. Namun, Hashim menegaskan, tidak pernah perusahaannya melakukan cara-cara curang apalagi sampai melakukan tindak pidana korupsi.
"Kami merasa dikorbankan, kami merasa didzalimi. Tidak pernah kami curang apalagi korupsi, apalagi melanggar peraturan-peraturan yang berlaku," tegas Hashim.
Dia menjelaskan, perusahaannya hanya ingin berkontribusi bagi perekonomian Indonesia sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara super power di bidang kemaritiman. "Pak Prabowo ingin Indonesia unggul bukan negara-negra lain. Maka kalau dikaitkan dengan ekspor benur saya kira kebangetan, kelewatan. Saya sedikit emosi ini," kata Hashim.
Dalam kesempatan tersebut, pengacara Hotman Paris menambahkan bahwa perusahaan milik Hashim sama sekali tidak terlibat dalam pusaran korupsi benur yang dilakukan Edhy. Sebabnya, perusahaan milik Hashim sama sekali belum mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengekspor benur.
"Soal ekspor benur lobster ini tidak ada kaitan dengan perusahan keluarga Hashim. Ini ada empat sertifikat (syarat ekspor benur) yang belum dia dapat. Jadi izinnya belum dapat sampai sekarang," tegas Hotman.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Edhy dan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus korupsi dugaan suap ekspor benur. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut kasus suap ini berawal saat Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Hal tersebut disampaikan saat konferensi pers penetapan tersangka KPK pada Rabu (25/11/2020) malam.
Edhy kemudian menunjuk Staf Khusus Menteri KKP Andreau Misanta Pribadi dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.
Pada Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito datang ke kantor KKP dan bertemu dengan SAF selaku staf khusus menteri sekaligus menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Dalam pertemuan menerut KPK, ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwader PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer uang ke rekening PT ACK (Aero Citra Kargo) sebesar Rp731 juta. Selanjutnya PT DPP atas arahan EP (Edhy Prabowo) melalui tim uji tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK," papar Nawawi.